Elegi Pemberontakan Para Normatif
Oleh Marsigit
Subyek Formal Bersemi:
Hai anak-anak, walau engkau masih kecil-kecil, ini ni pelajari. Berapa ini dikali itu. Itu dibagi ini. Itu pangkat itu. Ini pangkat ini. Ayo jawab! Kok diam saja.
Obyek Normatif Mengintip:
Waduh sulit bu. Aku tidak bisa. Aku tidak mau. Aku emoh belajar dengan ibu. Ibu itu nakal. Suka mbentak-mbentak. Aku ingin pulang.
Subyek Formal Bersemi:
Jika engkau ingin pandai ya ini pelajari. Jika engkau tak mau belajar berarti aku gagal.
Obyek Normatif Mengintip:
Aku ingin menangis saja bu.
Subyek Formal Berkuncup:
Wahai muridku, engkau telah menyadari semuanya, bahwa satu-satunya sukses dan keberhasilan adalah lulus ujian nasional. Itu harga mati. Barang siapa tidak lulus UN maka tiadalah dia mempunyai harga. Jangankan di depan negara. Di depan calon mertua saja maka dia tidak mempunyai harganya. Oleh karena itu maka adalah wajib hukumnya bagi engkau untuk lulus UN. Nah marilah engkau aku beri kesempatan menempuh UN ini. Silahkan kerjakan!
Obyek Normatif Patuh:
Wah soalnya sulit. Yang ini aku belum mempelajari. Jangankan mempelajarinya, mendengan dan melihat saja aku belum pernah. Sedangkan yang telah aku baca dan pelajari kok tidak keluar dalam UN. Aku sebetulnya senang melukis, tetapi kenapa tidak ada ujian melukis? Aku sebetulnya ingin menjadi Dai dan sudah banyak belajar khotbah, tetapi dalam UN ini kok tidak ada soal bagaimana kothbah. Kok yang diujikan hanya 3 (tiga) mapel. Wah ini tidak adil. Tetapi bagaimana ya, saya itu kan harus patuh dengan Bapak guru dan sekolah. Ya sudah, saya pasrah saja.
Subyek Formal Berbunga:
Iya pak saya telah paham dan memahami. Ini adalah kebijakan maka saya juga percaya betul dengan apa yang Bapa katakan. Sudahlah, Bapak bicara apa saja, tanpa reserve tanpa ragu-ragu, aku pasti percaya dan siap melaksanakan. Tak usah khawatir, asalah Bapak konsisten yaitu menyediakan juga biaya dan fasilitas agar bisa dilaksanakannya, pasti beres. Bapak untung, saya kan juga boleh memperoleh keuntungannya. Perkara para obyek normatif, mereka tahu apa. Apapun yang kita programkan pastilah bisa dilaksanakan.
Subyek Formal Berbuah:
Wahai para Subyek Formal, lihat dan ketahuilah buah-buahku itu. Bukankan engkau tahu bahwa buah-buah itu dapat engkau nikmati, itu dikarenakan kepatuhanmu terhadap diriku. Oleh karena sekali lagi aku ingatkan. Jaganlah ragu-ragu akan keputusanku itu. Barang siap ragu-ragu terhadap keputusanku, maka hidupnya tidak akan tenteram. Apalagi jika menolaknya maka dia akan saya black list.
Obyek Normatif Kritis:
Wahai Subyek Formal berbuah, aku telah menemukan kecurangan dalam penyelenggaraan UN. Aku menemukan bahwa di lapangan atau di daerah-daerah UN telah berubah menjadi tujuan yang mengerikan. Mereka telah membentuk tim-tim sukses. Wah ini tidak baik. Tetapi memang kenapa. Kenapa UN hanya untuk beberapa mata pelajaran saja. Bukankah siswa belajar semua mapel. Tetapi kenapa UN tidak mengujikan semua mapel. Kenapa Tes nya berupa tes obyektif, atau pilihan ganda. Apakah engkau pikir hidup ini adalah pilihan ganda. Bukankah proses atau sikap para siswa juga perlu dilihat. Maka sebetulnya saya tidak setuju dengan UN. Bukankah aku juga memerlukan normatif dari sekedar formal?
Subyek Formal Berbuah:
Hai engkau. Jangan macam-macam. Simpan temuanmu dan usulmu itu. Jika engkau terus-teruskan sikap dan pikiranmu itu, maka engkau bisa dianggap membahayakan keamanan kebijakan pemerintah. Maka diamlah engkau di situ.
Obyek Normatif Kritis:
Tidak..tidak saya akan pertahankan pikiran kritisku.
Subyek Formal Berbuah:
Kalau begitu akan aku laporkan engkau kepada Kepala Sekolahmu. Ketahuilah bahwa Kepala Sekolahmu itu sudah aku tangkap dan tidak bisa berbuat apapun kecuali sebagai Subyek Formal anak buahku dikarenakan dia telah makan buahku.
Obyek Normatif Berbuah:
Wahai Subyek Formal Berbuah, ketahuilah bahwa yang dapat berbuah di dunia ini bukanlah hanya engkau saja. Lihat dan ketahuilah bahwa diriku juga berbuah. Oleh karena itu aku akan memperingatkan dirimu agar jangan engkau main paksa kepada murid-muridku yaitu kepada para Normatif.
Subyek Formal Berbuah:
Wahai Obyek Normatif Berbuah, yang membedakan antara dirimu dengan diriku adalah bahwa aku itu adalah subyek, sedangkan engkau itu adalah obyek. Sebenar-benar obyek tidaklah mampu mengalahkan subyek, walaupun dengan subyek kecil sekalipun.
Subyek Formal Mandireng:
Wahai para Subyek Formal dan Obyek Normatif, kenapa engkau bertengkar?
Subyek Formal Berbuah:
Begini Subyek Formal Mandireng, aku adalah subyek, engkau juga subyek. Tetapi engkau adalah subyekku, sedangkan aku adalah obyekmu. Maka tiadalah hukumnya disitu untuk saling berselisih paham. Maka apapun yang terjadi adalah bahwa engkau harus hanya mendengarkan apa yang aku katakan. Maka jangan engkau dengarkan kata-kata para obyek normatif itu.
Subyek Formal Mandireng:
Baik, tentu saja demikian. Maka laksanakan program-programmu maka aku akan dukung sepenuhnya.
Obyek Normatif Berbuah:
Wahai Normatif Agung. Aku tahu bahwa engkau bisa mewujudkan dirimu baik sebagai subyek maupun sebagai obyek. Maka aku ingin mengajukan protes dan usul terhadapmu, perihal perilaku para Subyek Formal. Para Subyek Formal telah tertutup normatifnya. Mereka main paksa. mereka telah berusaha mereduksi bahwa pendidikan itu telah identik dengan UN. Itulah keadaan menyedihkan yang telah membawa berbagai persoalan normatif. Oleh karena itu aku usul agar engkau dapat mewujudkan dirimu sebagai Subyek, sehingga mampu menghentikan sepak terjang para Subyek Formal.
Normatif Agung:
Dengan ini aku menyatakan bahwa “Aku melarang dilaksanakan Ujian Nasional”. Titik
Subyek Formal Bersemi:
Hai anak-anak, walau engkau masih kecil-kecil, ini ni pelajari. Berapa ini dikali itu. Itu dibagi ini. Itu pangkat itu. Ini pangkat ini. Ayo jawab! Kok diam saja.
Obyek Normatif Mengintip:
Waduh sulit bu. Aku tidak bisa. Aku tidak mau. Aku emoh belajar dengan ibu. Ibu itu nakal. Suka mbentak-mbentak. Aku ingin pulang.
Subyek Formal Bersemi:
Jika engkau ingin pandai ya ini pelajari. Jika engkau tak mau belajar berarti aku gagal.
Obyek Normatif Mengintip:
Aku ingin menangis saja bu.
Subyek Formal Berkuncup:
Wahai muridku, engkau telah menyadari semuanya, bahwa satu-satunya sukses dan keberhasilan adalah lulus ujian nasional. Itu harga mati. Barang siapa tidak lulus UN maka tiadalah dia mempunyai harga. Jangankan di depan negara. Di depan calon mertua saja maka dia tidak mempunyai harganya. Oleh karena itu maka adalah wajib hukumnya bagi engkau untuk lulus UN. Nah marilah engkau aku beri kesempatan menempuh UN ini. Silahkan kerjakan!
Obyek Normatif Patuh:
Wah soalnya sulit. Yang ini aku belum mempelajari. Jangankan mempelajarinya, mendengan dan melihat saja aku belum pernah. Sedangkan yang telah aku baca dan pelajari kok tidak keluar dalam UN. Aku sebetulnya senang melukis, tetapi kenapa tidak ada ujian melukis? Aku sebetulnya ingin menjadi Dai dan sudah banyak belajar khotbah, tetapi dalam UN ini kok tidak ada soal bagaimana kothbah. Kok yang diujikan hanya 3 (tiga) mapel. Wah ini tidak adil. Tetapi bagaimana ya, saya itu kan harus patuh dengan Bapak guru dan sekolah. Ya sudah, saya pasrah saja.
Subyek Formal Berbunga:
Iya pak saya telah paham dan memahami. Ini adalah kebijakan maka saya juga percaya betul dengan apa yang Bapa katakan. Sudahlah, Bapak bicara apa saja, tanpa reserve tanpa ragu-ragu, aku pasti percaya dan siap melaksanakan. Tak usah khawatir, asalah Bapak konsisten yaitu menyediakan juga biaya dan fasilitas agar bisa dilaksanakannya, pasti beres. Bapak untung, saya kan juga boleh memperoleh keuntungannya. Perkara para obyek normatif, mereka tahu apa. Apapun yang kita programkan pastilah bisa dilaksanakan.
Subyek Formal Berbuah:
Wahai para Subyek Formal, lihat dan ketahuilah buah-buahku itu. Bukankan engkau tahu bahwa buah-buah itu dapat engkau nikmati, itu dikarenakan kepatuhanmu terhadap diriku. Oleh karena sekali lagi aku ingatkan. Jaganlah ragu-ragu akan keputusanku itu. Barang siap ragu-ragu terhadap keputusanku, maka hidupnya tidak akan tenteram. Apalagi jika menolaknya maka dia akan saya black list.
Obyek Normatif Kritis:
Wahai Subyek Formal berbuah, aku telah menemukan kecurangan dalam penyelenggaraan UN. Aku menemukan bahwa di lapangan atau di daerah-daerah UN telah berubah menjadi tujuan yang mengerikan. Mereka telah membentuk tim-tim sukses. Wah ini tidak baik. Tetapi memang kenapa. Kenapa UN hanya untuk beberapa mata pelajaran saja. Bukankah siswa belajar semua mapel. Tetapi kenapa UN tidak mengujikan semua mapel. Kenapa Tes nya berupa tes obyektif, atau pilihan ganda. Apakah engkau pikir hidup ini adalah pilihan ganda. Bukankah proses atau sikap para siswa juga perlu dilihat. Maka sebetulnya saya tidak setuju dengan UN. Bukankah aku juga memerlukan normatif dari sekedar formal?
Subyek Formal Berbuah:
Hai engkau. Jangan macam-macam. Simpan temuanmu dan usulmu itu. Jika engkau terus-teruskan sikap dan pikiranmu itu, maka engkau bisa dianggap membahayakan keamanan kebijakan pemerintah. Maka diamlah engkau di situ.
Obyek Normatif Kritis:
Tidak..tidak saya akan pertahankan pikiran kritisku.
Subyek Formal Berbuah:
Kalau begitu akan aku laporkan engkau kepada Kepala Sekolahmu. Ketahuilah bahwa Kepala Sekolahmu itu sudah aku tangkap dan tidak bisa berbuat apapun kecuali sebagai Subyek Formal anak buahku dikarenakan dia telah makan buahku.
Obyek Normatif Berbuah:
Wahai Subyek Formal Berbuah, ketahuilah bahwa yang dapat berbuah di dunia ini bukanlah hanya engkau saja. Lihat dan ketahuilah bahwa diriku juga berbuah. Oleh karena itu aku akan memperingatkan dirimu agar jangan engkau main paksa kepada murid-muridku yaitu kepada para Normatif.
Subyek Formal Berbuah:
Wahai Obyek Normatif Berbuah, yang membedakan antara dirimu dengan diriku adalah bahwa aku itu adalah subyek, sedangkan engkau itu adalah obyek. Sebenar-benar obyek tidaklah mampu mengalahkan subyek, walaupun dengan subyek kecil sekalipun.
Subyek Formal Mandireng:
Wahai para Subyek Formal dan Obyek Normatif, kenapa engkau bertengkar?
Subyek Formal Berbuah:
Begini Subyek Formal Mandireng, aku adalah subyek, engkau juga subyek. Tetapi engkau adalah subyekku, sedangkan aku adalah obyekmu. Maka tiadalah hukumnya disitu untuk saling berselisih paham. Maka apapun yang terjadi adalah bahwa engkau harus hanya mendengarkan apa yang aku katakan. Maka jangan engkau dengarkan kata-kata para obyek normatif itu.
Subyek Formal Mandireng:
Baik, tentu saja demikian. Maka laksanakan program-programmu maka aku akan dukung sepenuhnya.
Obyek Normatif Berbuah:
Wahai Normatif Agung. Aku tahu bahwa engkau bisa mewujudkan dirimu baik sebagai subyek maupun sebagai obyek. Maka aku ingin mengajukan protes dan usul terhadapmu, perihal perilaku para Subyek Formal. Para Subyek Formal telah tertutup normatifnya. Mereka main paksa. mereka telah berusaha mereduksi bahwa pendidikan itu telah identik dengan UN. Itulah keadaan menyedihkan yang telah membawa berbagai persoalan normatif. Oleh karena itu aku usul agar engkau dapat mewujudkan dirimu sebagai Subyek, sehingga mampu menghentikan sepak terjang para Subyek Formal.
Normatif Agung:
Dengan ini aku menyatakan bahwa “Aku melarang dilaksanakan Ujian Nasional”. Titik
177 comments:
- prestigian prita solikhahNovember 28, 2009 6:32 PMNama : Prestigian Prita SholikhahReply
NIM :06410344
Prodi : Pendidikan Matematika UPY
UN merupakan salah satu cara untuk mengetahui standar kualitas pendidikan yang dilihat dari 3 nilai mata pelajaran. Namun apa pertimbanganya mengapa hanya 3 mata pelajaran saja sedangkan banyak sekali mata pelajaran lain yang juga penting. Lalu apa maksud dari harga mati dari sebuah UN menurut pandangan filsafat ? - merupakan sesuatu yang timbal balik dan saling merugi.Reply
kebimbangan akan seorang siswa yang tahu akan nasi tetapi tidak tahu akan lauk yang dimakanya.
sama halnya dengan pemerintah yang hanya melihat pucak gunung es tetapi tidak melihat jurang gunung es.
proses menuju itu yang menurut saya penting bukan hanya sekedar naik dan berceloteh bagi seorang siswa yang akan menghadpi UN - Krismar W. (09709251034) P.Mat kls BNovember 30, 2009 11:49 AMselamat siang pak....Reply
saya setuju dengan normatif agung. karena, selama UN dilaksanakan, ketidak jujuran,kecurangan dan hal-hal yang tidak sebenarnya dilakukan. hal ini demi persentase kelulusan sehingga mendapatkan pujian, ingin dikatakan berhasil karena pelajarannya lulus banyak dan kenyataan demikian ditutup-tutupi dan mengatakan bahwa sekolahku murni tanpa dibantu itu semua adalah bohong. apakah demikian pendidikan yang dikatakan berhasil???? apakah hanya dengan UN siswa itu dikatakan sukses??? guru mendustai panggilan dan teladan demi kasihan, demi nama dan semua karena sistem.
jika UN benar-benar untuk menguji kemampuan siswa apa pentingnya pendidikan sikap yang itu sebenarnya pembentuk karakteristik siswa.harapan yang mungkin baik dari pemerintah, namun dalam kenyataan pelaksanaan tidak sebaik konsep dan aturan yang ada. mari kita ingat apa itu pendidikan, bagaimana mendidik dan bagaimana proses yang terjadi. - Aww. Saya setuju dengan ditiadakannya UN. Kompetensi secara keseluruhan sebagaimana yang telah ditetapkan pada kompetensi dasar dalam kurikulum tiap-tiap mata pelajaran, tidak bisa ditentukan dengan hasil UN yang hanya menguji beberapa mata pelajaran saja.Reply
- Aww. Saya setuju dengan ditiadakannya UN. Kompetensi secara keseluruhan sebagaimana yang telah ditetapkan pada kompetensi dasar dalam kurikulum tiap-tiap mata pelajaran, tidak bisa ditentukan dengan hasil UN yang hanya menguji beberapa mata pelajaran sajaReply
- Fitri Maryatun (07412066)Reply
Pendidikan Matematika
kelas B
Univ. PGRI Yogyakarta
Salam Pendidikan. soal putusan atas penolakan kasasi di tiadakannya UN, BUKAN merupakan putusan pasti "ketok palu sidang". DEwan Agung memberikan penegasan agar produsen pendidikan hingga user/ peserta didik mendukung kesamaan VISI dan MISI PENDIDIKAN itu secara kolektif.
artinya pendidik & peran pemerintah dan jajarannya dalam dunia pendidikan disarankan tegas oleh DEwan Agung secara tepat memberikan kenyamanan dalam KBM siswa dari tingkat SD hingga SMU.
saya kurang setuju jika ada yang mengatakan Setuju dengan ditiadakannya UN. bagaimana bisa padahal orang itu telah melaksanakan UN dan membuat UN secara rela hati dan senang hati.
bagaikan "lempar batu sembunyi tangan".
UN 3 materi tersebut merupakan standar dan DISIPLIN yang merupakan bagian dari KEGIATAN PEMBELAJARAN SISWA. faktor UN tidak mempengaruhi siswa !!,
karena banyak faktor yg dapat mempengaruhi siswa seperti internal cara memberikan ajaran pada siswa atau eksternal seperti perlakuan ORTU dan TEMAN BERMAIN serta MASYARAKAT sekitar.
(terlampau sering diadakan latihan ujian persiapan UN disekolah dalam waktu sebulan sebelum UN sehingga sebelum UN siswa STRESS) Bagaimana siswa tidak STRESS dengan latihan ujian sebanyak itu. - EKO SURYANTODecember 1, 2009 5:51 PMNAMA : EKO SURYANTOReply
NIM : 06410321
PRODI : PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
UN di indonesia hanya untuk 3 mata pelajaran, kenapa mata pelajaran agama tidak dimasukan dalam UN? sedangkan agama sendiri merupakan dasar dari semuanya, jika dasar dari semua saja tidak di ujikan mengapa harus diadakan UN yang hanya mencakup 3 Mapel saja! - Wahyudi PMB 09709251010December 2, 2009 8:55 AMAyam dipaksa bertelur maksimal tapi pakannya minimalis. Inilah analogi potret pendidikan di Negeriku tercinta ini. anggaran pendidikan minim, kualitas guru menyedihkan, sarana seadanya, bantuan di sunat di sana sini, sekolah mau ambruk, .......................dst. tapi kog di minta hasil maksimal. Ngaca dong wahai penentu kebijakan. Adanya banyak kecurangan yang saya istilahkan ”pendidikan yang tidak mendidik” menunjukan bahwa kita belum siap melakukan UN. Tolong kalau bikin kebijakan orientasinya jangan fee, proyek, dll!!!.Reply
- Ass. Kemenangan dalam pikiran adalah sesuatu yang dikatakan benar berdasarkan pada konteks pikiranku.Reply
mana kala aku harus berposisi sebagai bagianmu, aku harus mengikutimu.
jika kamu berada pada bagian ku maka kamu akan jadi perusak programmu.
ketika aku ingin berontak, aku dibatasi oleh objek pikiranmu. - AnonymousDecember 2, 2009 6:46 PMSigit wahyu wibowo UPY MatematikaReply
setelah membaca elegi tersebut saya menangkap isinya bahwa terdapat ketidak sepahaman dengan diadakannya ujian nasional.
tetapi saya kurang setuju jika UN ditiadakan karena merupakan sesuatu yang dapat menjadi tolak ukur kemampuan siswa selama belajar pada jenjang itu, namun tidak dijadikan alat satu-satunya untuk meluluskan. perlu diperhatikan pula aspek yang lain. - SURYANI (06410355)Reply
UPY
Saya sebenarnya termasuk sebagian kecil orang yang tidak setuju pengukuran kepintaran dengan UN. Kita sekolah selama 3 tahun (SMA dan SMP), bolak balik sekolah dan bolak balik juga mendapatkan berbagai macam pelajaran, tapi kenapa kelulusan dan kepandaian hanya ditentukan 3 hari 3 Mata pelajaran? sangat tidak adil, karena setiap manusia dianugrahi bakat masing2 dan kepandaian MP masing-masing. dan kegagalan dalam UN bukan karena faktor dia tidak pandai, tetapi misal dia sedang ada masalah sehingga dia tidak bisa berpikir jernih ataupun sedang sakit.
Jika tolak ukur UN hanya 3 MP, kenapa sekolah tidak memberikan pelajaran 3 saja sesuai dengan UN?? - AnonymousDecember 3, 2009 1:53 PMNur Ahmad Arofiq /07412033Reply
Pendidikan Matematika
Univ. PGRI Yogyakarta
dialog filsafat yang bagus. kenapa dari kita berdebat mengenai ada tidaknya UN. UN memang harus ada, kalau tidak ada ujian, tidak usah sekolah saja, bereskan. tapi itu adalah pikiran yang kerdil. UN dilaksanakan, tapi tidak menjadi tolok ukur kelulusan siswa... - DWI ASTUTI (UPY/MAT/07413081)Reply
saya malah lebih cenderung setuju bila diadakan ujian nasional. karena ujian adalah uji hasil yang telah kita peroleh selama kita mengikuti pemnelajaran di sekolah. dengan dilaksanakan ujian baik ujian semester maupun ujian nasional dapat membuat kita lebih giat untuk belajar karena merasa takut akan tidak lulus. bukankah sebagian kita lebih sering untuk mengerjakan sesuatu jika sudah kepepet/terdesak. jadi kalau UN tidak dilaksanakan maka saya berfikir bahwa nantinya mungkin akan lebih banyak anak yang belajarnya sembrono, awur-awuran dan bahkan mereka akan cenderung untuk menyepelekan mata pelajaran yang ada. mungkin bagi anak-anak yang sudah mengerti tentang arti pentingnya ilmu tidak akan demikian. tetapi bagi anak yang masih seneng dolan dan runtang-runtung sana sini akan membuat mereka menjadi bebas tanpa beban dan akan hilang rasa tanggung jawabnya. meskipun UN hanya 3 MP tetapi bukankah juga ada ujian sekolah????yang semua MP diujikan seluruhnya. jadi saya juga kurang setuju dengan pendapat normatif agung. - AnonymousDecember 4, 2009 3:03 PMAssalamualaikum wr wbReply
Saya tetap setuju jika UN dilaksanakan karena UN diadakan untuk mengetahui mutu dari pendidikan Indonesia. Walaupun dalam pelaksanaan UN terdapat banyak kendala, hambatan, dan ketidak sesuaian dalam pelaksanaan. Namun bagi saya yang salah itu bukan UN nya, tapi pada diri obyek yang melakukan berbagai macam kecurangan agar bisa lulus UN yang disebabkan berbagai faktor: seperti kurang siapnya si obyek dalam menghadapi Un ataupun perbedaan SDM dari si obyek. Yang perlu kita cari solusi bukan mengenai ada tidaknya UN tapi bagaimana dapat melaksanakan UN sesuai dengan kemampuan masing- masing daerah dan menciptakan UN sebagai hal yang menyenangkan dengan keberhasilan yang diraih sacara halal.
Walau tidak dapat dipungkiri kadang kalaau dipikir seperti tidak adil, anak yang pintar dikelas tidak bisa mendapatkan ijasah karena tidak lulus UN sedangkan ada peristiwa yang sebaliknya. Namun semua itu yang terjadi tidak lepas dari Kehendak Allah SWT.
Sebaiknya UN dilaksanakan namun pada keputusan akhir mengenai LULUS harus juga mempertimbangkan aspek yang lainnya, seperti kelakuan dan juga nilai non UN.
Melihat fenomena seperti ini, sebaiknya obyek mempersiapkan diri semaksimal mungkin menghadapi UN dan juga beribadah kepada Allah SWT sedangkan bagi si subyek agar menyiapkaan sarana UN dengan melihat kondisi masing-masing daerah.
Mungkin hanya seperti ini pendapat saya mengenai dilema UN.
Terimakasih
Wasalamualaikum wr wb.
KRISDIYANTO
NIM: 04410134
PEND. MATEMATIKAA
UNIV. PGRI YOGYAKARTA - AnonymousDecember 4, 2009 8:51 PMTAUFIK NOVANTOROReply
06411333
UPY
Assalamualaikum.
" UN adalah salah satu tolok ukur dalam ketuntasan belajar. dengan UN akan menstimulan siswa dan guru untuk lebih giat dan lebih serius dalam melaksanakan tanggung jawab masing-masing. guru lebih bersemangat dalam mengajar dan siswa akan lebih giat belajar"
Wassalamualaikum - yuliyantoupy06410343December 4, 2009 9:00 PMsetuju atau tidak setuju, ada atau tidak adanya UN menurut saya bukan hal yang harus ditonjolkan..mempersiapkan mental, kemampuan dan meningkatkan prosentase keberhasilan siswalah yang seharusnya kita cari tau jalan keluarnya!Reply
- AnonymousDecember 4, 2009 9:07 PMYulianto UPYReply
Assalamualaikum
Pro dan Kontra tentang UN antara normatif dan Formal, terlepas benar atau salah siapa, keduanya mempunyai pertimbangan penting, perlu adanya tolak ukur sangat penting, tetapi tolak ukur juga harus mampu melihat semua secara menyeluruh dan mempertimbangkan aspek lain tentunya adalah bijaksana.
Formal maupun normatif harus mampu berfikir dingin, mencari penyelesaian yang sebaik-baiknya, menghilangkan ego masing, maka kualitas pendidikan akan menjadi lebih baik jangan samapi Pro konta UN Mejd masalah bertahumn -tahun ataupun berabad-abad - Rachmad Akbariarta_P.Mat_UPYDecember 5, 2009 12:36 AMRachmad Akbariarta_P. Mat. UPYReply
Assalamu'alaikum Bpk. Dr. Marsigit
Elegi diatas mebuka kontradiksi yang beredar di masyarakat, terutama kalangan pendidikan. MA, Mendiknas, dll saling "baku hantam" tentang ego-nya masing-masing. Bagi saya, lebih penting kita tetap pertahankan keseriusan dalam proses pembelajaran untuk tetap membangun bangsa ini. Melalui kekonsistenan untuk tetap maju. Hidup Pendidikan.....
Wassalamu'alaikum - Purwanti RYAReply
07414074 Pend Matematika UPY
Oh tidak para subyek,jikalau tiada UN ibarat sayur tanpa garam,hambar,karena UN telah memberi rasa bagi para subyek sebelumnya,adil atau tidak adil bagi siapa?? - sebenarnya tidak ada sesuatu di dunia ini yang hanya mempunyai plus saja atau minus saja, semua hal pasti memiliki keduanya..Reply
disatu sisi UN penting untuk mengetahui dan menyamakan standar pendidikan di negeri ini..
tapi di sisi lain, kita semua tau pendidikan dan fasilitas pendidikan di setiap tempat/daerah di negeri kita tidak merata/sama,,
sebaiknya hal inilah yang harus dicari penyelesaian secara bersama.. - coment di atas coment saya..Reply
UPY (desember 5, 2009 4:30 AM) - AnonymousDecember 5, 2009 9:58 AMSarjiyoReply
03410084PendMatematika UPY
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Kepada bapak marsigit saya mengucapkan terima kasih karena dengan adanya elegi-elegi bapak ternyata dapat menambah wawasan dalam berpikir kami,sebenarnya setiap orang itu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing namun tanpa adanya standar batas maka untuk membatasi sebuah ilmu yang ada, maka akan sulit membedakan dimana great-great setiap orang. yang jelas dapat membedakan ilmu yang dimiliki , dari ilmu yang lebih mudah sampai ke ilmu yang paling sukar .
maka dengan adanya UN saya sangat setuju sedangkan siswa yang sedang belajar : belajarlah semua ilmu walaupun tidak keluar di UN pasti berguna .
Wassalamu'alaikum Wr. Wb. - UPY_ASRI HANDAYANI (06410373)Reply
Memang benar UN dapat dijadikan sebagai standar kelulusan, namun kita tahu bahwa setiap orang yang diciptakan Allah SWT memiliki bakat dan minat yang berbeda-beda. Sehingga sangatlah tidak adil bila UN merupakan satu-satunya bentuk standar kelulusan, karena orang yang mempunyai suatu bakat dan minat tertentu dibatasi ruang geraknya untuk menuruti kebijakan-kebijakan yang tak berpihak padanya.
semoga akan muncul kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung bakat dan minat banyak orang... - SUPRIYONO, PEND MAT-UPY, 06413334Reply
Silang pendapat antara pemerintah cq Dinas Pendidikan beserta jajarannya, tentang UN, dengan pihak-pihak yang yang tidak setuju UN yang terdiri dari sebagian siswa, orang tua siswa, masyarakat dan bahkan guru. Ini terjadi karena tidak adanya dialog yang sungguh-sungguh dan memadahi antara kedua belah pihak, sedangkan sesungguhnya kedua belah pihak pastilah mempunyai pandangan dan pendapat positif yang apabila disinergikan akan menghasilkan satu kebijakan yang lebih baik bagi dunia pendidikan di Indonesia. - Ari marlina Utami(06410351)UPYDecember 5, 2009 12:49 PMasslamualaiknum.Wr.Wb.Reply
perbedaan pendapat tentang diadakannya UN orang satu dengan yang lain berbeda-beda. kalau menurut saya tenteng UN tetap di adakan sebab supaya siswa giat dalam belajar dan mematuhi peraturan dalam kelulusan sekolah dari pemerintah. bayangkan saja bila Tuhan tidak menciptakan surga dan neraka apakah manusia tetap mematuhi dan mau menyembahNya? - nurfita handayani (06410365) UPYDecember 5, 2009 12:54 PMAssalamualaikum Wr.wbReply
pelaksanaan Un yang terjadi selama ini menurut saya hanya permainaan dari dinas pendidikan yang selalu menuntut standar kelulusan yang maksimal akan tetapi tidak memikirkan dampak psikolog dari siswa yang selalu dituntut secara terus menerus sedangkan fasilitas yang tersedia selama ini tidak memenuhi dan memedai - Inilah kelucuan yang ada di dunia pendidikan kita yang menimbulkan miris di hati. Wajar adanya jika pendidikan kita terus tertinggal dibandingkn dengan negara-negara lain. Disaat orang sudah mulai memikirkan inovasi-inovasi terbaru apa yang akan ditelurkan, Indonesia masih sibuk dengan membahas penting atau tidak pentingnya UN.Reply
Namun, dibalik carut marut itu semua, terbersit rasa kagum yang amat sangat. Karena ternyata banyak anak Indonesia yang terus melangkah maju dan meraih prestasi-prestasi gemilang di kancah Internasional.
Semoga dari kekacauan, ketertindasan dan keterbatasan ini, tumbuh generasi yang kuat dan tangguh. Amin. - Nurhasni / PMBDecember 15, 2009 12:56 AMSaya tidak setujuh dengan tidak diadakannya UN.Reply
Kurikikulum, proses pembelajaran dan penilaian merupakan tiga dimensi utama dari sekian banyak dimensi yang sangat penting dalam pendidikan. Ketiga demensi tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. dan telah diatur dalam PP No 19 tahun 2005 bahwa penilaian pada jenjang pendidikan dasar dan menengah ada 3 yaitu penilain hasil belajar oleh pendidik (guru), penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan (sekolah), dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah. salah satu penilaian dari pemerintah adalah UN. penilaian dari guru dilakukan dalam rangka penjamin mutu pendidikan, penilaian dari satuan pendidikan dilakukan untuk pencapaian standar kompetensi kelulusan sekolah sedangkan penilaian dari pemerintah bertujuan untuk pengendalian mutu pendidikan.
Jadi menurut saya bukan UN yang ditiadakan tetapi sistemnya yang harus diperbaiki. - Dilema mungkin adalah kata yang tepat untuk mewakili Para Formal dan Normatif. Pada satu sisi konsep sudah terbangun, tetapi di sisi lain realitas lapangan menunjukkan ada sesuatu yang terabaikan. Dari buku sejarah, konflik kedilemaan ini selalu terjadi dari jaman dahulu, jaman sekarang dan mungkin sampai besok hari, seolah menjadi pertentangan yang abadi, tidak akan pernah berhenti dan tidak akan pernah tahu siapa yang menang dan siapa yang kalah.Reply
Dibutuhkan jiwa besar dan kesabaran hati untuk menjalani. Mungkin yang menang adalah yang bisa bersabar, dan hati serta pikirannya sumeleh. Sabar dan sumeleh bukan berarti diam, tetapi mau mengalah, mengalah bukan berarti kalah, tetapi bertujuan untuk melepaskan dari kungkungan pikiran yang seharusnya sudah dilalui menuju kungkungan pikiran selanjutnya, mempercepat proses. Kenapa sabar dan sumeleh tidak menjamin selesainya kedilemaan? Karena lepas dari dilemma 1 akan datang dilemma 2, begitu seterusnya. Dilema itu tidak akan berhenti, dilema itu hanya dapat dihadapi dengan nyaman oleh hati yang tidak tendensius, hati yang ikhlas dan bersih. Amin.. Mohon maaf atas segala kekurangan dan terimakasih - Pertentangan yang melahirkan permusuhan sudah menjadi kodrat manusia yang memiliki nafsu. Namun pertentangan dapat diminimalisir jika masing-masing manusia mempunyai kesadaran ruang dan waktu, berpikir intensif dan ekstensif, serta berpengetahuan. Ontologis suatu hal tidaklah bisa dipaksakan karena masing-masing mempunyai hakikat dan kodrat.Reply
Manusia mesti mempergunakanlah Akal, indera, dan hati dalam setiap urusan kesehariannya, serta selalu dibarengi dengan doa agar senantiasa mendapat petunjuk kebenaran hakiki dari Allah SWT. - Abdul Halim; PMB (09709251020)December 21, 2009 10:36 AMSaya setuju diadakanya ujian Nasional tetapi dalam koridor untuk mengukur peringkat sekolah/suatu lembaga itu sendiri, bukun untuk menentukan kelulusan dan jelas pendapat Undang-undang kita bahwa guru dan semua stake holdernyalah yang menentukan anak didiknya bisa lulus atau tidak.Reply
- Barangkali inilah realitas dunia pendidikan kita. tidak ada ruang-ruang yang memberi kebebasan untuk memilih. Menyalurkan bakat dan minat yang utuh tanpa adanya tekanan-tekanan. tekanan yang aku maksud karena stanadarisasi niali UAN untuk beberapa mata pelajaran ternyata membuat beban hidup tersendiri.Reply
tekanan-tekanan itu pada titik klimaksnya akhirnya menampilkan generasi atau siswa2 yang mengabaikan nilai2 dalam hidup. karena apapun akan ditempuh untuk menghalalkan segala cara agar mereka terbebas dari tekanan itu. Dan kata lulus tak lagi menjadi sebuah proses pembelajaran yang dinikmati oleh siswa. namun sebuah momok yang hadir dengan ketakutan2 yang akhirnya terjadi.
Melihat realitas ini harusnya memang ada evaluasi tentang substansi yang ingin dibangun. generasi muda seperti apakah yang sebenarnya diharapkan dari bangsa ini. - Assalamualaikum,,Reply
UN bukanlah satu-satunya indikotor untuk menentukan keberhasilan dalam dunia pendidikan masih banyak yang lain yang menjdi tolak ukur. diadakan atau ditidakan UN, Sebagai generasi penerus bangsa tetaplah semangat dalam meraih prestasi dan prestise karena di pundak generasi peneruslah digantungkannya harapan bangsa kita yang tercinta ini. - Tawar menawar selalu terjadi dalam kehidupan ini. Kekiri atau ke kanan. Yang seimbang itulah yang ideal.Reply
Memilih kiri atau kanan, formal atau atau material kadang menjadikan kebimbangan jika kekuatan pada masing-masing tidak sejalan, bahkan berlawanan. Namun sebisa mungkin keseimbangn itu tercapai meski butuh waktu. Perbaikan di sana sini perlu dilakukan. Tidak serta merta kun fa yakuun semua berubah menjadi seperti yang kita inginkan. Butuh waktu, perlu proses. Kesempurnaan adalah yang dituju. Di capai dengan diskusi, dialog, dan dilakukan dengan perbuatan.
Ujian Nasional yang ideal adalah dilakukan dengan kesetaraan fasilitas, kesetaraan guru dsb.dengan kata lain tidak ada yang merasa terzalimi. Itulah kondisi ideal yang diharapkan dimana di dunia ini tidak akan mungkin mencapai 100% ideal. Semua hanya berusaha menuju ke sana. Semoga tercapai cita-cita bangsa ini.
Amin... - sekarang ini bisa dikatakan gurunya yang UN, bagaimana kita bisa katakan bahwa pendidikan kita bermutu? bahkan yang stres bukan muridnya lagi tetapi gurunya. bagaimana kita bisa katakan bahwa murid-murid kita telah berhasil meski telah lulus 100%? benarkah nilai 100% itu? bisakah kita melaksanakan kejujuran sementara untuk berlaku jujur saja sesuai dengan aturan itu sangat sulit? apa yang menyebabkan sulit? ya tentu karena tidak semua menyetujui aturan yang dibuat. jadi alangkah baiknya DI TIADAKAN SAJA UJIAN NASIONALReply
- saya tidak sepakat dengan adanya ujuan nasional karena ujian nasional tidak bisa menggambarkan tujuan dari kurikulum itu sendiri.Reply
- Krismar W. (09709251034) P.Mat kls B said...Reply
selamat siang pak....
saya setuju dengan normatif agung. karena, selama UN dilaksanakan, ketidak jujuran,kecurangan dan hal-hal yang tidak sebenarnya dilakukan. hal ini demi persentase kelulusan sehingga mendapatkan pujian, ingin dikatakan berhasil karena pelajarannya lulus banyak dan kenyataan demikian ditutup-tutupi dan mengatakan bahwa sekolahku murni tanpa dibantu itu semua adalah bohong. apakah demikian pendidikan yang dikatakan berhasil???? apakah hanya dengan UN siswa itu dikatakan sukses??? guru mendustai panggilan dan teladan demi kasihan, demi nama dan semua karena sistem.
jika UN benar-benar untuk menguji kemampuan siswa apa pentingnya pendidikan sikap yang itu sebenarnya pembentuk karakteristik siswa.harapan yang mungkin baik dari pemerintah, namun dalam kenyataan pelaksanaan tidak sebaik konsep dan aturan yang ada. mari kita ingat apa itu pendidikan, bagaimana mendidik dan bagaimana proses yang terjadi.
November 30, 2009 11:49 AM - Ass. wr. wb.Reply
UN merupakan kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan yang cukup menuai protes. Karena UN adalah satu-satunya indikator kelulusan seorang anak didik. Jika pemerintah bijak, maka UN bukanlah satu-satunya indikator kelulusan. Tetapi ada kebijakan dari pihak sekolah yang harus dipertimbangkan juga oleh panitian UN. Jadi sekolah harus bisa dilibatkan dalam menentukan kelulusan anak-anak didiknya, karena punya tanggung jawab penuh bukan hanya menanggung soal saja. - Asslkm wr wb. Permasalahan UN perlu dipikirkan secara matang. Jikalau ditiadakan haruslah dicari solusi pemecahan yang lain dan diharapkan lebih bijaksana dan mampu mencover kemampuan siswa secara lebih intensif dan ekstensif.Jikalau tetap ada ya harus benar-benar dilaksanakan secara bijaksana juga. Yang terpenting adalah bagaimana para siswa tidak dibuat stres sebelum UN dan Sterss juga setelah pengumuman hasil UN.Reply
- inilah potret pendidikan di negeri kita, mengukur kemampuan siswa dengan tiga mata pelajaran yang di UN kan. Jika lulus maka yang bersangkutan dianggap sudah sanggup, mampu bergaul dengan dunia Internasional, waah...disamping itu pemerintah beralasan dengan UN dapat pendidikan dapat ditingkatkan kwalitasnya, apa benar tiga mata pelajaran yang DI UN kan bisa mengcover semua kompetensi siswa? Wallahu'alam Bissawab.Reply
jika ujianya harus secara nasional maka perlu adanya keseragaman secara nasional pula dalam hal ini keseragaman infra maupun suprastruktur pendidikan - inilah potret pendidikan di negeri kita, mengukur kemampuan siswa dengan tiga mata pelajaran yang di UN kan. Jika lulus maka yang bersangkutan dianggap sudah sanggup, mampu bergaul dengan dunia Internasional, waah...disamping itu pemerintah beralasan dengan UN pendidikan dapat ditingkatkan kwalitasnya, apa benar tiga mata pelajaran yang DI UN kan bisa mengcover semua kompetensi siswa? Wallahu'alam Bissawab.Reply
jika ujianya harus secara nasional maka perlu adanya keseragaman secara nasional pula dalam hal ini keseragaman infra maupun suprastruktur pendidikan - inilah potret pendidikan di negeri kita, mengukur kemampuan siswa dengan tiga mata pelajaran yang di UN kan. Jika lulus maka yang bersangkutan dianggap sudah sanggup, mampu bergaul dengan dunia Internasional, waah...disamping itu pemerintah beralasan dengan UN pendidikan dapat ditingkatkan kwalitasnya, apa benar tiga mata pelajaran yang DI UN kan bisa mengcover semua kompetensi siswa? Wallahu'alam Bissawab.Reply
jika ujianya harus secara nasional maka perlu adanya keseragaman secara nasional pula dalam hal ini keseragaman infra maupun suprastruktur pendidikan - Susi Dwi LestariReply
07301244049
Pend Matematika Swa C
Filsafat Pend Matematika
Rabu jam 09.00
Untuk mempelajari suatu hal yang sangat bernilai harganya sangatlah tidak mudah, butuh pengorbanan yang ekstra dan sangat hati- hati. Terlebih suatu hal tersebut sebagai proses menuju masa depan. Memang sebenarnya banyak jalan pintas yang dapat diambil untuk memecahkan suatu hal tersebut. Tapi apakah dengan jalan pintas, suatu hal tersebut masih bernilai pada diri kita sendiri?? Karena sebenarnya proses lebih penting daripada hasil. - AnonymousMay 12, 2010 7:27 AMNIRO ARSIHENAReply
05301244121
PEND.MATEMATIKA
FILSAFAT PEND.MAT
RABU,09.00
RUANG 304
Tidak ada yang bisa merubah keinginan hati nurani manusia.
Kita hanya menjalankan tugas dan kewajiban kita sebagai pengajar.
Mungkin dengan sendirinya murid kita akan luluh dan patuh dengan ketulusan yang kita berikan untuk memberikan atau menyalurkan ilmu yang kita punya kepada anak didik kita. - Memang benar apa yang disampaikan oleh Obyek Normatif Kritis, setiap tindakan yang kita lakukan dalam hidup juga tidak semuanya sudah ada pilhannya,ada yang kita berfikir sendiri atas apa jawaban dari apa yang kita lakukan untuk hidup kita,,,Reply
Untuk yang lain,,UN untuk sekolah2 yang jurusan,,seperti SMK dan STM yang jurusannya sudah terdaftar,,kenapa yang untuk menentukan kelulusan juga mata pelajaran yang sama dengan SMA,,padahal seperti matematika,bhsa Indonesia,,itu tidak langsung digunakan di lapangn,,,seharusnya memang yang menentukan kelulusan adalah hasil semua mata pelajaran yang selama ini diikuti dari kelas 1 sampai kelas 3 untuk SMP SMA dan kelas 6 untuk SD…(dengan catatan guru tiap sekolah harus jujur memberikan hasil dari siswanya dan murni kemampuan dari siswa tersebut. - NURINA HAPPYReply
07301241027
Pend Mat Sub 07
Kuliah Filsafat Jumat Jam 07.00
Fenomena UN memang fenomena yang sangat menarik untuk disorot. Hasil UN tahun ini misalnya, dari tingkat SMP SMA hasil UN sekolah di Yogya sangat rendah dibanding dengan kabupaten-kabupaten yang lain seperti di Bantul dan Kulon Progo. Mengapa bisa demikian, padahal Yogyakarta notabene adalah kota pelajar. Tetapi mengapa justru dari kota Yogyalah banyak siswa yang tidak tuntas menghadapi UN. Banyaknya dampak buruk yang dihasilkan menyebabkan banyak kalangan meragukan eksistensi UN itu sendiri. Tujuannya memang baik, dimana untuk mengevaluasi hasil kerja semua sistem pendidikan dari pusat sampai siswa selama berlangsungnya pendidikan. Namun, sayangnya banyak yang lupa bahwa setiap sekolah pun memiliki kebijakan yang berda satu sama lain, lupa bahwa di sekolah tidak hanya belajar matematika, bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS. Mereka mungkin juga lupa bahwa sekolah di Yogya fasilitasnya jauh lebih lengkap daripada fasilitas di sekolah pelosok di Irian misalnya. Mereka juga lupa bahwa setiap siswa memiliki potensi akademik yang beraneka ragam yang tidak bisa hanya ditolok dari segi UN, dsb. Namun, berbagai fenomena yang terjadi pasca UN berathun-tahun ini semoga mampu mendorong para pembuat kebijakan untuk lebih arif dan bijaksana menetapkan suatu kebijakan dan memberikan solusi yang teapt untuk masalah yang timbul. - Mega Kusuma ListyotamiReply
07301244031
Pend Mat Swa C 07
Filsafat Pendidikan Matematika
Rabu 09.00-10.40
Ruang 304
Kita terombang-ambing dalam pikiran mengedepankan formal atau normatif tentang UN mana yang harus kita kedepankan apakah formal atau normatifnya ?
Sesuai dengan ruang dan waktunya, memang UN adalah tolak ukur dalam dunia pendidikan di negara kita. Tapi apakah hal tersebut lantas mengesampingkan hak-hak dari pelajar? Kita juga sebaiknya memperhatikan mental para pelajar. Semuanya itu harus disesuaikan dengan ruang dan waktunya, jangan hanya mengedepankan ego yang nantinya akan berdampak buruk pada para pelajar bangsa. - Rini Susanti,S.Pd Psn KALSELReply
Nilai UAN tiap tahun ditingkatkan tapi kenapa mutu pendidikan semakin rendah? Bapak sudah ungkapkan semua di atas,itulah beban guru yang sangat berat terutama di kabupaten kami - asl. thesis UN dan antithesis berupa Non UNReply
siapa yang setuju UN maka dia tidak setuju antithesisinya.
siapa yang setuju non UN maka dia tidak setuju antithesisnya.
klo tidak ada UN maka menentuan kelulusan akan sangat sulit. UN itu sebagai bentuk obyektif siswa memahami kompetansi dasar dan mencapai sandar kompetensi.
UN juga brrti pula untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam melakukan pembelajaran disekolah secara obyektif (dalam tanda seru)
non UN berarti tingkat ketercapaian siswa akan proses pembelajaran akan sulit sekali. apabila jika kelulusan tersebut ditentukan oleh sekolahan maka sekolah masih mempunyai rasa belas ksihan yang besar jika melihat siswanya tidak lulus, dan jika sekolahan tidak mau meluluskan siswa nya maka ancaman dan tindakan kriminal bisa saja akan dilakukan ke siswa yang tidak lulus karena gara-gara sekollhan tidak mau meluluskan. guru, kepala sekolah, dan staf pegaiwai bisa mati nanti.
UN tetap solusi yang terbaik. - Nurel AmelyaReply
10708259016
Pend. Sains kalsel 2010
Assalam...
Memang subyek adalah pemeran dan obyek selalu mematuhi...
Tapi saya yakin bahwa sesuatu jika diubah sedikit atau ditingkatkan dimensinya akan berubah, bukankah kita dapat memandang dr segala sisi, obyek bisa jd subyek....
dan harapan saya suatu obyek yang jd subyek akan berpikir sesuai ruang dan waktu, keadaan, dan dimensi lainnya.
Sehingga UN ditiadakan pada ruang dan waktu ini, dan dimunculkan jika dengan ruang dan waktu yang sesuai.
Demikian keterbatasan saya dlm memahami...
Terimakasih... - menurut saya jika kita sadar akan ruang dan waktu,sadar peran subjek dan predikat dan iklas UN bertujuan baik agar kita bisa melihat mutu pendidikan. Namun kenyataan yang kita hadapi tidaklah demikian, sehingga saya lebih setuju UN ditiadakan.Reply
- Bismillah...Reply
Wallahu'alam..
Bahkan MA pun yang telah di abaikan mereka...dengan berbagai alasan..
untuk saat ini aku cuma berusaha..untuk tidak memadamkan harapan siswa-siswaku..harapan orang tua mereka yang memeras keringatnya...
harapan mendapatkan Izajah...
walau secarik kertas tersebut..terkadang tak punya nilai...namun di sana tersimpan harapan mereka... - UN saya rasa tidak menjamin untuk bisa bergaul dengan dunia Internasional, dan bagaimana pula dengan RSBI. Kalau semua serba tidak menjamin lalu apa sebenarnya yang bisa membuat bangsa kita bisa bergaul dengan dunia Internasional???????Reply
- kita semua sepakat bahwa evaluasi adalah sebuah kemestian. evaluasi tentyulah harus valid dan reliable. maka UN bisa menjadi solusi untuk evaluasi sepanjang syarat2 validitas dan reliabilitas dipenuhi. UN bukanlah hal yang buruk ketika semua elemen didalam dan diluarnya memahami diruang dan waktu manakah mereka harus berdiri.Reply
- Ass.Reply
semakin jauh dan semakin dalam kita membahas UN maka semakin kontra kita dengan UN yang merupakan kebijakan sistem Pendidikan nasional.
UN adalah salah satu dari sekian banyak program yang tak berarti yang katanya anjuran, bukti dan lain sebagainya yng merupakan perintah katanya.
selain UN ada istilah sumatif, mid, semester dan lain sebagainya yang tak pernah ada artinya dan ini pembodohan.
justru kecakapan hidup yang lahir dari suatu proses, hanya didengungkan saja tetapi tidak mendapat perhatian yang sungguh-sungguh.
oh iya....
proyek UN itu mudah perencanaannya dan pelaporannya karena hanya bukti diatas kertas, tetpi proyek kecakapan hidup hanya bisa dilihat hasil nyata di lapangan.... tapi itu sulit
nah inilah prisip ekonomi yang sesungguhnya karena kita semua ahli ekonomi yang orientasinya hanya materi.
Ya Allah berilah keikhlasan kepada seluruh civitas akademika indonesia sehingga mampu menghentikan para subyek formal. - AssalamualaikumReply
ya ya ya saya sependapat dengan normatif agung, ujian nasional dengan sistem saat ini "diharamkan". kalo boleh usul sekalian aja ujian itu ditambahkan diadakan 3 macam ujian yaitu 1. ujian sekolah, 2.Ujian lokal/daerah(kabupaten). 3.Ujian Nasional dan Internasional. kalau mau melanjutkan kejenjang pendidikan seperti SMP/SMA/SMK yang belum "Berstandar Nasional" cukuplah dua syarat ujian lulus sebagai persyaratannya, 1. ujian sekolah sebagai satuan pendidikan yang merancang dan membuat KTSP karena dalam hal ini guru dan sekolah yang tau benar dan paling berhak memvonis siswanya boleh lulus atau tidak lulus. dan 2. Ujian Lokal/kabupaten melalui forum MGMP ini menurut hemat kami juga penting untuk menstandarkan kemampuan siswa dalam lingkup lokal. kecuali siswa hendak masuk sekolah yang katanya "Berstandar nasional" atau hendak masuk keperguruan tinggi negeri silakan dipersyaratkan lulus ujian nasional dengan standar test lembaga yang lebih independent demikian pula untuk masuk sekolah yang berstandar internasional. wassalam. - Assalamualaikum..Reply
normatif agung telah memberikan keputusan yang tepat bahwa bahwa UN untuk saat ini memang sebaiknya dihentikan karena UN sekarang tidak lebih dari sebuah “proyek” pemerintah pusat orientasi utamanya pada fulus milyaran rupiah bukan pada peningkatan mutu.
Kasihan dengan siswa-siswa yang harus menerima ketidakadilan, kasihan dengan orangtua yang menaruh harapan besar pada anaknya, kasihan terhadap guru yang tidak berdaya yang akhirnya harus memilih jalan pintas sekalipun bertentangan dengan hati nurani dan profesinya demi sebuah cita,rasa iba, dan resiko.
Inilah nasib dunia pendidikan yang sudah dicemari oleh kepentingan-kepentingan komersil - Ass. Wr. Wb.Reply
UN..??
kadang saya berfikir UN buat apa sie??
banyak yang berfikir jug UN itu hanya suatu kebohongan belaka yang banyak membuat orang berbuat suatu keidakjujuran dan hanya suatu bisnis yang dlakukan oleh parakoruptor saja..
tapi banyak yang berfikir UN itu suatu ukuran kemampuan yang dicapai oleh murid sebarapa besar pengetahuan yang kita dapatkan..
tapi banyak juga yang berfikir bhwa UN itu seperti hantu yang mengantui siswa ketika waktu UN sudah dekat banyak yang kehilangan kesadaran dan bnyak juga siswa yang terganggu akan kejiwaan siswa
trus bagaimana UN ini bisa dijadikan suatu kebanggaan, suatu keunggulan, suatu harapan akan maju'a pendidikan negeri ini??
apakah UN harus benar-benar d'hentikan ataukah UN ini harus d'perhatikan dan hanya memperbaiki sistem'a saja??
Iya Allah semoga kita diberikan kesadaran dan petunjuk akan bagaimana melakukan sesuatu tidakan itu dengan "JUJUR" - assalamualaikum...Reply
fenomenaa UN memang sangat dilematis,di satu sisi dengan adanya aturan standar UN yang di tetapkan pemerintah telah menciptakan ketidakadilan dan ketidakjujuran, tidak adil karena kemampuan siswa hanya diukur dengan beberapa mata pelajaran yang di UN kan dan keberhasilan siswa hanya ditentukan 5 hari untuk SMA dan 3 hari untuk SMP padahal mereka sekolah selama 3 tahun. menciptakan ketidakjujuran, dengan UN baik siswa bahkan guru dan kepala sekolah menggunakan berbagai cara supaya siswa bisa lulus sesuai standar yg telah ditetapkan. Dilematis karena rupanya aturan penguasa tidak hanya berhenti sampai disitu, untuk mencari kerja saja yang pertama kali di tanyakan "punya ijazah tidak", maka siswa yang dukung penuh oleh orang tua bahkan guru berlomba - lomba untuk memiliki ijazah cara nya harus lulus UN dengan cara apapun..
kalau saja lowongan kerja diperusahaan - perusahaan tidak mengutamakan syarat memiliki ijazah, tetapi skill mungkin siswa dan orang tua tidak akan khawatir dirinya atau anaknya tidak lulus UN...dan UN tidak akan mempengaruhi masa depan seseorang... - Saya sangat setuju sekali dan sependapat dengan semuanya....inilah cerminan dunia pendidikan kita...kasihan para siswa, mereka harus belajar mati-matian selama tiga tahun tapi ironis sekali karena nasibnya hanya ditentukan tiga mata pelajaran selama tiga hari. Sungguh ternyata disini yang tidak memiliki sopan santun adalah ruang dan waktu itu sendiri. Sementara guru dituntut...ditekan....dipaksa....dan diwajibkan agar bisa membantu keluluskan siswa bahkan kalau bisa hasilnya kelulusan 100% atau dengan hasil maksimal, sehingga membuat bukan hanya guru...kepala sekolah...kepala dinas....bahkan para kepala daerah masing-masing membentuk tim-tim sukses demi kelancaran UN....untuk apa semuanya???untuk meningkatkan prestise???menonjolkan keunggulan???Segala macam kecurangan dilakukan untuk meningkatkan persentasi kelulusan....sehingga pada akhirnya bukan "proses" yang diutamakan tetapi "hasil" yang dicari. Ujung-ujungnya siswalah yang menjadi tumbal. Kalau sudah begini siapa yang salah ???Reply
- Saya sangat setuju sekali dan sependapat dengan semuanya....inilah cerminan dunia pendidikan kita...kasihan para siswa, mereka harus belajar mati-matian selama tiga tahun tapi ironis sekali karena nasibnya hanya ditentukan tiga mata pelajaran selama tiga hari. Sungguh ternyata disini yang tidak memiliki sopan santun adalah ruang dan waktu itu sendiri. Sementara guru dituntut...ditekan....dipaksa....dan diwajibkan agar bisa membantu keluluskan siswa bahkan kalau bisa hasilnya kelulusan 100% atau dengan hasil maksimal, sehingga membuat bukan hanya guru...kepala sekolah...kepala dinas....bahkan para kepala daerah masing-masing membentuk tim-tim sukses demi kelancaran UN....untuk apa semuanya???untuk meningkatkan prestise???menonjolkan keunggulan???Segala macam kecurangan dilakukan untuk meningkatkan persentasi kelulusan....sehingga pada akhirnya bukan "proses" yang diutamakan tetapi "hasil" yang dicari. Ujung-ujungnya siswalah yang menjadi tumbal. Kalau sudah begini siapa yang salah ???Reply
- Nina harnitaReply
10709259001
P.Mat KS
UN suatu momok bagi kita semua,karena cuma UN yang menentukan kelulusan tanpa menghargai proses belajar mengajar di sekolah, dalam UN yang di nilai cuma pengetahuan saja sehingga akhlak dan budi pekerti diabaikan.Sebaiknya perlu kita membuat sistem yang baru lagi untuk memperbaiki dunia pendidikan sekarang. - Assalamualaikum...Reply
Elegi ini menjadi renungan kita bersama, walaupun kita merasakan ketidakadilan dalam UN, tapi kaum obsolute tetap bersikeras bahwa UN adalah jalan yang terbaik... Mudah-mudahan ke depan semua mata terbuka dan menemukan solusi terbaik untuk kemajuan pendidikan di Indonesia...
Wassalam... - Saya termasuk salah satu yang tidak setuju dengan penyelenggaran UN, tapi sitem pendidikan kita mengharuskan kita tetap patuh pada aturan yang ada.Reply
Mudah-mudahan ke depan akan ada sistem yang baru yang mengubah sistem pendidikan kita menjadi lebih baik. Amin - 10708259037 (PSn KS1)Reply
Ass..wr.wb
Pelaksanaan UN yang penuh dengan pro dan kontra selama ini,tidak dipertimbangkan oleh mereka yang duduk dalam sistem yang mengatur dunia Pendidikan kita.
Sampai kapan ini terjadi, mudah-mudahan ada perubahan pada dinamika pendidikan kita sehingga semua pihak tidak ada yang merasa keberatan dengan semua aturan pada sistem pendidikan tersebut terutama kita sebagai guru yang terjun langsung kelapangan dalam dunia pendidikan ini.. Amin - Serba salah, itu yang dirasakan oleh sebagian besar guru di sekolah dasar maupun menengah ketika harus mempersiapkan siswa-siswanya menghadapi UN. Mereka harus memenuhi target lulus UN dengan segala cara termasuk memaksa siswa untuk terus-menerus belajar khusus untuk mengerjakan soal-soal UN. Apakah keberhasilan pendidikan itu hanya ditentukan oleh jumlah siswa yang lulus UN?Reply
Sebenarnya saya setuju adanya UN, namun jangan digunakan sebagai syarat mutlak kelulusan siswa, perlu dilihat juga prestasi yang telah diraih siswa selama proses pembelajaran di sekolah yang terdeskripsi dalam nilai rapor. Bagi saya proses belajar itu jauh lebih penting daripada hasil.
Jadi lebih baik hasil UN digunakan untuk memetakan kemampuan siswa dalam menguasai kompetensinya dan kondisi sarana pendukung pembelajaran di sekolah, sehingga dapat menjadi umpan balik bagi perbaikan kualitas pendidikan. - noor syamsu rizaReply
pend.sains 2010 kalsel
menurut saya tujuan diadakan UN sangat lah bagus, tetapi penerapannya saja yang belum optimal, banyak terjadi kecurangan, dll...
kenapa hal ini terjadi????
karena kebijakan yang bijak ini, tidak memahami ruang dan waktunya, sehingga keadilan/kesamarataan tidak ditegakkan, fasilitas didaerah tidak mempuni seperti di pusat-pusat kota, bagaimana bisa ikhlas menerima UN kalo keadilannya tidak jalan....
sebaiknya untuk sementara ini UN tidak diadakan dulu.... - PSn KS 2Reply
10708259001
Prestasi di sepanjang pembelajaran memang sebaiknya dipertimbangkan,bukan hanya prestasi kognitip saja tetapi juga afektif dan psikomorornya.Karena belajar adalah suatu proses bukan hanya hasil.Menurut saya UN tdk mencerminkan prestasi belajar siswa,karena banyak penyelenggaraannya menyimpang dr aturan-aturan yg ada.Jadi saya tidak setuju kalau UN dijadikan ukuran berhasil atau tidak siswa. - Sebuah kebijakan yang tidak dilandasi penelitian akan menghasilkan keputusan yang kita pas.Sebelum adanya UN kreasi dan inovasi guru berkembang karena adanya pengakuan terhadap keberadaan guru. UN menghilangkan eksestensi guru karena bagaimanapun mereka belajar toh kelulusan mereka ditentukan UN. Banyak guru menjadi korban kebijakan mulai dari kepala sekolah, orang tua murid, pejabat daerah dst. Mereka berlomba bagaimana caranya agar sekolah mereka yang terbaik, kecamatan mereka yang terbaik, kabupaten mereka yang tebaik, propinsi mereka yang terbaik sehingga nilai-nilai yang tertanam dalam hati nurani dilanggar. Kenapa guru harus masuk penjara karena UN padahal mereka hanya korban dari sebuah kebijakan yang salah. Kenapa moral anak harus kita korbankan karena kebijakan yang salah. Realita ini memang terjadi dan kami para guru mengalami. Kapan Pendidikan kita bisa mandiri ? Kapan kebijakan pendidikan kita diputuskan oleh orang -orang pendidik bukan para politikus yang tidak mengerti pendidikan?Reply
- M.Rizanie HarrisReply
10709259002
Pendidikan Matematika Kal-Sel
Saya sangat setuju jika UN dihilangkan saja di Indonesia. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus mencari alternatif lain untuk mengukur kualitas pendidikan. Yang saya lihat dan banyak ditemui bahwa dalam pelaksanaannya UN menimbulkan kecurangan dan ketidakjujuran. Masing-masing sekolah berusaha agar siswanya lulus UN dengan berbagai cara. Siswa kurang giat dalam belajar dan meremehkan keberadaan guru di dalam kelas karena mereka beranggapan bahwa mereka lulus walaupun tidak belajar. - Assalamualikum Wr.Wb...Reply
Bismillah...
Bimbel pada laris manis...iklannya terpampang dimana-mana " dijamin lulus 100% ", guru-guru privat laris bak kacang goreng, penjualan modul-modul yang berisikan kumpulan soal-soal menjamur subur....inilah kondisi jika sudah mendekati hari penentuan "UN", guru-guru juga ikut sibuk....termauk camat, Bupati juga membicarakan UN agar hasil UN bisa baik agar tidak mencorengkan nama Pemda setempat jika hasil UN banyak yang tidak lulus....hingga banyak nilai UN yang siluman....ada atau tidak UN tentunya masing-masing punya hak untuyk memberikan pendapat...UN pda dasarnya juga baik dilaksanakan tetapi ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan kembali...:
1.Standar UN
Standar UN mulai dari sekolah ibu kota sampai sekolah pelosokk desa sama...yang padahal dengan kondisi yang berbeda tentunya memberikan efek yang berbeda pula....fasilitas yang tersedia, kondisi belajar yang kondusif/tidak juga mempengaruhi hasil belajar...sehingga penetapan standar ini dikaji ulang...bagaimana baiknya, agar tidak membuat penekanan yang pada akhirnya memberikan pelkuang untuk menghalalkan berbagai cara untuk mencapai standar ini
2.Soal UN
Hal ini hampir senada dengan diatas, hanya saja lebih pada materi yang disampaikan.....tingkat kesulitan soal yang ada pada soal-soal sama untuk semua sekolah, yang padahal harusnya adanya peninjauan kembali....anak-anak di desa buat beli buku saja karena mereka berekonomi rendah...tak ada bimbel, tak sanggup bayar guru privat...sehingga bukankah lebih baik hal ini diperhatikan kembali.
3.Tujuan UN
Nilai UN yang tingkat SMA sebenarnya berfungsi untuk apa ya????tidak juga digunakan untuk seleksi masuk perguruan tinggi atau apa....jadi untuk apa sebenarnya nilau UN yang mereka peroleh....
Maka dari itu mungkin pelaksanaan UN perlu ditinjau kemabali atau dilakukan perubahan yang lebih mencakup semua aspe dan tetap memperhatikan makna pembentukan generasi berkarakter...
Semoga kedepannya dapat lebih baik,Amin Ya Rabb
KARINA PPS PSN KIMIA - Assalamualikum Wr.Wb...Reply
Bismillah...
Bimbel pada laris manis...iklannya terpampang dimana-mana " dijamin lulus 100% ", guru-guru privat laris bak kacang goreng, penjualan modul-modul yang berisikan kumpulan soal-soal menjamur subur....inilah kondisi jika sudah mendekati hari penentuan "UN", guru-guru juga ikut sibuk....termauk camat, Bupati juga membicarakan UN agar hasil UN bisa baik agar tidak mencorengkan nama Pemda setempat jika hasil UN banyak yang tidak lulus....hingga banyak nilai UN yang siluman....ada atau tidak UN tentunya masing-masing punya hak untuyk memberikan pendapat...UN pda dasarnya juga baik dilaksanakan tetapi ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan kembali...:
1.Standar UN
Standar UN mulai dari sekolah ibu kota sampai sekolah pelosokk desa sama...yang padahal dengan kondisi yang berbeda tentunya memberikan efek yang berbeda pula....fasilitas yang tersedia, kondisi belajar yang kondusif/tidak juga mempengaruhi hasil belajar...sehingga penetapan standar ini dikaji ulang...bagaimana baiknya, agar tidak membuat penekanan yang pada akhirnya memberikan pelkuang untuk menghalalkan berbagai cara untuk mencapai standar ini
2.Soal UN
Hal ini hampir senada dengan diatas, hanya saja lebih pada materi yang disampaikan.....tingkat kesulitan soal yang ada pada soal-soal sama untuk semua sekolah, yang padahal harusnya adanya peninjauan kembali....anak-anak di desa buat beli buku saja karena mereka berekonomi rendah...tak ada bimbel, tak sanggup bayar guru privat...sehingga bukankah lebih baik hal ini diperhatikan kembali.
3.Tujuan UN
Nilai UN yang tingkat SMA sebenarnya berfungsi untuk apa ya????tidak juga digunakan untuk seleksi masuk perguruan tinggi atau apa....jadi untuk apa sebenarnya nilau UN yang mereka peroleh....
Maka dari itu mungkin pelaksanaan UN perlu ditinjau kemabali atau dilakukan perubahan yang lebih mencakup semua aspe dan tetap memperhatikan makna pembentukan generasi berkarakter...
Semoga kedepannya dapat lebih baik,Amin Ya Rabb
KARINA PPS PSN KIMIA - Keberadaan UN memang membuat siswa memandang bahwa lulus UN adalah tujuan dari sekolah dan mengabaikan aspek aspek lain dalam pendidikan. Saya stuju diadakannya UN sebagai sarana standardisasi kwalitas pendidikan secara nasional, tetapi saya tidak setuju UN dijadikan satu-satunya penentu kelulusan.Reply
- Assalamualaikum..Reply
saya juga setuju jika UN tidak diadakan, karena titik tolak keberhasilan siswa tidak bisa hanya di ukur dengan UN. Guru lah yang sangat menegerti keadaan pembelajaran siswa karena gurulah yang mengikuti proses pembelajaran siswa disekolah dan itu tidak layak jika hanya diukur dengan soal pilahan ganda yang bisa saja di jawab dengan mengandalkan "wangsit" dan memperoleh skor 100. apakah keadaan ini dapat mengukur kemampuan siswa itu?
Yang terpenting adalah bagaimana siswa dapat mengaplikasikan yang dipelajarinya untuk kepentingan kehidupan nyata siswa. - Kelulusan merupakan harga mati bagi siswa dalam Ujian Nasional(UN). Tanpa memperdulikan siswa faham, suka, ataupun bakat dan kemampuan siswa. Padahal hal tersebut jelaslah berdampak pada kondisi mental siswa...Reply
Dalam keadaan tersebut siswa menjadi berusaha melakukan segala cara, tiada lagi rasa kepercayaan diri... - standarisasi memang penting untuk dilakukan. konsep adanya UN pun sebenarnya tidak salah. akan tetapi sistem pelaksanaannya yang harus diperbaiki. seharusnya UN tidak dijadikan sebagai satu-satunya penentu keberhasilan siswa. sedikit menilik pelaksanaanya di luar negeri nilai UN merupakan nilai rujukan seorang siswa untuk dapat memilih sekolah atau jurusan pada jenjang yang lebih tinggi.Reply
- 10708251041, PSn CReply
Ass.Wr.Wb...
Itulah realita dunia pendidikan kita saat ini, UN dijadikan standar nasional dalam memperoleh kelulusan padahal itu rasanya tidak adil karena :
1. Pendidikan yang ada dari sabang sampai merauke tidaklah sama, apalagi pendidikan di daerah pedalaman atau daerah tertinggal tidaklah sama dengan pendidikan yang berada di kota dengan sarana penunjang yang jauh lebih baik.
2. UN berlaku kejam karena hanya melihat 3 Mapel yang diujikan saja tanpa memperhatikan proses yang dilalui oleh siswa selama 3 tahun.
3. Pembelajaran di kebanyakan daerah dan sekolah masih menggunakan metode konvensional dan hanya berusaha mentransfer ilmu dari guru kepada siswa tanpa memperhatikan apa maunya siswa dan apakah siswa nyaman dengan pembelajaran yang diterapkan oleh guru.
Namun tetap saja pelaksanaannya tetap ada dari ktahun ke tahun, dan UN sudah menjadi momok tersendiri bagi siswa, hingga ada yang stres bahkan menghalalkan segala cara agar bisa lulus. Lalu apakah itu yang akan dikejar oleh pendidikan kita saat ini. Ada baiknya UN ini dikaji dan diperbaiki lagi sistemnya agar dapat mencakup semua kepentingan yang ada. Namun ada perkembangan baru baru UN sekarang di gabungkan dengan hasil pembelajaran siswa selama 3 tahun untuk menentukan kelulusan siswa. Moga pembaharuan ini dapat membawa angin segar bagi dunia pendidikan kita. - murni 10708251054Reply
saya setuju dengan yang dikatakan oleh Saudara Anggiyani..ada kesalahan dalam sistem dan pelaksanaan UN di Indonesia. pertama di lihat dari standar kelulusan yang semakin naik, seharusnya sebelum ditentukan standarnya, sudah harus disusun terlebih dahulu indikator-indikator yang harus dicapai siswa. dan UN seharusnya bukan menjadi satu-satunya penentu kelulusan yang menghilangkan semua unsur yang terjadi selama proses pembelajaran..UN seharusnya hanya sebagai acuan sejauh mana pemahaman siswa tentang apa yang dipelajari dan sebagai rujukan siswa untuk memilih sekolah ke jenjang berikutnya sesuai dengan kemampuannya.. - Suhartini S.Si ( Psn C)Reply
UN saat ini menjadi harga mati pada saat ini bagi para pelajar, sungguh sangat menyedihkan hatiku dan membuat sedih hatiku, kenapa sepertim itu, Suatu keberhasilan bukanlah ditentukan oleh hasil akhir saja, namun bagaimana prosesnya itulah yang terpenting, MArilah jangan sepeerti itu para penguasa kasihanilah kami semuanya..... - Assalamualaikum..Reply
saya sangat setuju atas ketidakadilan dalam sistem pendidikan kita yang selalu saja mengutamakan dan menjadikan UAN sebagi satu-satunya standar penilaian. Keberhasilan siswa dalam belajar beberapa tahun hanya dinilai dalam jangka waktu beberapa jam dalam 3 hari. Sedangkan proses pembelajaran selaman bertahun-tahun sebelum UAN di abaikan begitu saja. Mengapa hasil akhir menjadi jauh lebih penting dibandingakan proses?
bukankan proses jauh lebih penting untuk membuat siswa merasa membangun masa depannya. bukan mempaersiapkan siswa menghadapi UAN dan menjadikan siswa takut tidak mencapai nilai standar UAN dan akhirnya menimbulkan kecurangan-kecurangan dalam proses UAN tersebut. - Trisniawati (10709251030)Reply
PPs Pendidikan matematika kelas B
menurut saya UN memang tidak perlu dilaksanakan...dengan UN guru mau tidak mau berfokus pada pencapaian materi...siswa hanya duduk, diam, mendengar kan guru...pembelajaran pun hanya mementingkan konsep...tapi ada juga pertanyaan dibenak saya...apakah dengan tidak diadakannya UN guru juga akan merubah pembelajaran secara ceramah...apakah hanya karena UN dan bukan tradisi bahwa guru mengajar dari dulu dengan metode ceramah?? - Utik KristyaningtyasReply
07410029
UPY Math
Saya sangat setuju apabila UN tetap dilaksanakan.
Bukankah UN merupakan tes hasil belajar yang sesuai dengan kriteria ketuntasan belajar.
Mungkin penerapannya yang masih kurang optimal..
Tes atau ujian yang cenderung membuat anak untuk belajar lebih giat lagi.
Meskipun UN hanya 3 MP,tetapi bukankah mata pelajaran lain juga tetap diujikan melalui ujian sekolah. - Assalamu'alaikumReply
Liswijaya (Pend.Sains C'2010)
Peran UN akan lebih baik jika semua orang sadar terhadap ruang dan waktu untuk UN.Tetapi pada kenyataannya sekarang banyak orang menyalahgunakan dan tidak jujur dalam menyikapi masalah UN.Bila semua orang bisa sadar dan ikhlas dalam ruang dan waktu UN maka kecurangan ini tidak akan terjadi.Pemerintah seharusnya mengubah fungsi UN bukan sebagai penentu kelulusan tetapi sebagai alat evaluasi (penilaian) serta tidak hanya menilai dari hasil yang dicapai saja tetapi juga menilai proses belajar siswa. - Apa yang dapat saya tangkap dari elegi ini adalah tentang kondisi pendidikan di Indonesia yang memang sangat memprihatinkan. Tentang kebijakan UN dan pengaruhnya terhadap siswa, guru, sekolah dan masyarakat serta semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan. Selama ini kebijakan UN telah menimbulkan kontroversi dari berbagai pihak. Ada pihak yang setuju dan ada pula yang menentangnya. Kebijakan UN ditentang sebab dianggap tidak dapat mengakomodir kebutuhan dan kemampuan peserta didik terutama dari segi normatif. Pada pelaksanaannya juga disinyalir terdapat berbagaikecurangan di berbagai tempat. Ditambah lagi dengan kondisi daerah serta latar belakang dan sarana dan prasarana sekolah yang belum bisa merata dan berbeda untuk setiap daerah dengan standar kelulusan yang sama menambah lagi gejolak kontroversinya. Namun apabila elit pendidikan sudah membuat keputusan maka tidak ada siapa pun yang dapat menentangnya. Walaupun sebenarnya UN yang dijadikan sebagai syarat kelulusan sering membelenggu potensi dan kreatifitas siswa. UN sering dianggap tidak adil bagi sebagian besar kalangan, karena sebenar-benarnya penilaian tidak hanya hasil tapi perlu prosesnya. Namun setiap kebijakan yang dibuat pemerintah pasti sudah melalui pertimbangan yang detail akan dampak positif dan negatifnya. Namun yang jadi masalah biasanya adalah dalam pelaksanaannya dari jenjang tertinggi sampai terendah yang harus jujur sehingga tujuan diadakannya UN dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Sebagai warga negara yang berkecimpung dalam dunia pendidikan kita hanya bisa patuh dan menjalankan setiap kebijakan yang dibuat pemerintah dengan sebaik-baiknya.Reply
SAMSI
UNIV. PGRI YOGYAKARTA
007410073 - Boleh-boleh saja Ujian Nasional itu diselenggarakan tetapi hanya untuk mengukur pencapaian keberhasilan pendidikan tidak untuk menentukan kelulusan siswa. Karena dengan standarisasi dapat dijadikan sebagai patokan apakah pendidikan yang telah laksanakan selama ini telah berhasil atau belum. Jika belum apa penyebabnya, apa solusinya, sehingga ke depan dapat dilakukan perbaikan-perbaikan. Tetapi pada prakteknya tidak seperti yang diharapkan, orang berlomba-lomba agar Ujian Nasional sukses dalam arti siswanya dapat lulus 100 % dengan menempuh berbagai cara.Ini dikarenakan Ujian Nasional dijadikan dasar untuk menentukan kelulusan siswa. Itulah dampaknya. UN hanya untuk mengukur tingkat keberhasilan pendidikan guna menentukan langkah-langkah perbaikan selanjutnya, tetapi untuk masalah kelulusan siswa serahkan kepada sekolah masing-masing, karena yang tahu persis keadaan siswanya adalah pihak sekolah.Reply
- Assalamu'alaikumReply
sungguh memang UN menjadi suatu permasalahan yang tiada habisnya,
Satu sisi, kemampuan siswa dalam memahami harus diuji dalam suatu tes,tetapi apakah kemampuan tersebut dapat diuji hanya dengan 3 hari? sementara mungkin dalam waktu 3 hari tersebut, siswa belum tentu dalam keadaan yang benar2 sehat untuk mengikuti ujian. Mata pelajaran yang dujikan pun hanya 3 mata pelajaran yang mungkin bagi beberapa siswa, mata pelajaran tersebut dianggap sulit. Mengapa harus 3 mata pelajaran tersebut?bukankah kompetensi yang diharapkan, siswa mampu menguasai seluruh mata pelajarn?
Hendaknya menjadi suatu renungan bahwa nilai UN siswa bukanlah menjadi nilai mutlak lulusnya siswa, bukan ukuran seberapa baik dan seberapa jauh pemahaman siswa mengenai suatu materi pelajaran yang disampaikan. Penilaian akhir memang perlu diperlukan, tetapi hendaknya tidak lepas dari penilaian proses sehingga pembelajaran yang dilaksanakan bukan hanya UAN oriented, tetapi benar2 agar siswa paham akan materi yang diajarkan,
Demikian Bapak,maaf bila banyak kekurangan. - sebagai perumpamaan.Reply
siswa terbiasa diberikan appel kemudian dimakan.
dan tidak terbiasa untuk menggambil appel itu sendiri dan memakknya.
seperti itulah dunia pendidikan. - Ass...Reply
Dengan diadakannya UAN banyak siswa malah terjerumus dengan nilai yang didapat, nilai yang terbilang sempurna saat diperoleh dalam UAN ternyata tidak sesuai dengan kemampuan belajar mereka(benar-benar berbanding terbalik). Banyak saya temui di lapangan, misalnya : ada siswa yang nilai UAN matematika 100 tapi saat ditanya soal matematika tentang perkalian sederhana dia sama sekali tidak bisa menjawab,beasiswa perolehan nem tertinggi selalu diperoleh siswa dengan kemampuan rata2 ke bawah yang sebenarnya ada yang lebih berhak untuk mendapatkannya. Kejadian2 tsb adalah realita dan sudah menjadi rahasia umum, bukankah kalau ini berlanjut sama dengan membodohi generasi2 bangsa ini, yang salah menjadi benar dan yang benar menjadi tertutupi dengan yang salah.Bisakah pendidikan maju dengan sistem seperti ini?
Wass.. - Selama ini kebijakan UN telah menimbulkan kontroversi dari berbagai pihak, ada yang pihak setuju dan ada pihak yang menentang. Kebijakan UN ditentang karena dianggap tidak dapat mengakomodir kebutuhan dan kemampuan siswa terutama dari segi normatif. Pada pelaksanaannya juga disinyalir terdapat berbagai kecenderungan diberbagai tempat, ditambah lagi dengan kondisi daerah serta latarbelakang dan sarana prasarana sekolah yang tidak merata. Namun setiap kebijakan yang diambil, pasti sudah melalui pertimbangan yang detail akan baik dan buruknya. Kita hanya bisa patuh dan menjalankan setiap kebijakan yang dibuat pemerintah dengan sebaik-baiknya.Reply
- Wisnuningtyas WiraniReply
08301241011
P. Mat Sub 08
Kontroversi bahwa UN adalah satu-satunya tolok ukur kelulusan siswa dalam mengenyam pendidikan sudah menjadi berita hangat beberapa waktu lalu. Memang benar, proses belajar siswa tidak tercermin ketika UN yang diadakan hanya dalam waktu beberapa hari. Tapi belum ada solusi lain sebagai alat (yang paling tidak dapat mendekati) tolok ukur hasil proses belajar siswa. Menurut saya ada dua pilihan sebagai alternatif UN:
1. penilaian berdasarkan nilai ujian harian
2. tetap diadakan UN tapi meminimalisir kecurangan serta UN harus benar-benar bisa menjadi tolok ukur pemahaman dan kelulusan siswa - Assalamu 'alaikum Bapak...Reply
Menurut saya, untuk mencapai sebuah kelulusan tidak bisa hanya diukur dengan UN semata. Sebab banyak hal yang bisa menjadi bahan pertimbangan untuk memutuskan lulus dan tidaknya seorang siswa. Sekarang ini justru banyak pihak yang menghalalkan segala cara agar kelulusan bisa dicapai termasuk menggunakan cara yang ilegal. Siswa dijadikan objek untuk melaksanakan program pemerintah sehingga dapat dikatakan bahwa UN merugikan siswa. Kelulusan hanya ditentukan oleh beberapa hari saja. Indikator kelulusan hanya ditentukan jika berhasil mengerjakan UN. Demikian halnya dengan hidup manusia, llulus dan tidaknya terhadap ujian yang diberikan Sang Kholik tidak bisa hanya diukur sekali periode saja tetapi bertahap dan kontinu. - Asri Mulat RahmawatiReply
08301244036
Pendidikan Matematika Swadana 2008
Assalamu’alaikum..
UN bukan satu - satunya tolak ukur suatu nilai bagi siswa, seandainya siswa pada waktu KBM bisa mengerjakan soal dan tergolong orang yang cerdas di kelas tetapi saat ujian dia sedang sakit dan tidak bisa mengerjakan dengan optimum atau maksimal dan akhirnya dia tidak lulus. itu tidak adil bagi siswa, bisa jadi mereka berpikir keberhasilan atau kelulusan UN itu hanya sebuah keberuntungan dan kebetulan semata. Cerdas dan pintar itu tidak hanya diukur dari cara dia mengerjakan soal atau cara dia menjawab benar, tapi semua unsur dalam pendidikan harus terpenuhi. - 08301241037Reply
lha apa kata2 normatif agung akan didengarkan oleh subjek atau objek lainnya?? - 08301241004Reply
P. Mat Sub 08
Elegi ini mengisahkan tentang nilai-nilai yang tak mampu masuk jika dilakukan UN untuk bisa menyatakan seseorang itu berhasi atau tidak.
Jelas saja, UN bukanlah tolak ukur dari seseorang bisa sukses atau tidak karena dalam UN soalnya pilihan ganda sedangkan di kehidupan sesungguhnya bukan sekedar memilih tapi lebih dalam dari itu.
Hal ini menunjukkan UN belum mampu seseorang, seharusnya dalam menentukan seseorang mampu lulus atau tidak adalah prsoes di mana dia berusaha untuk menjadi lebih baik, bukan UN nya.
Akan tetapi, di sisi lain masih sulit melakukan hal tersebut karena secara sifat manusia yang tidak ingin kalah saing atau yang belas kasih yang salah tempat sehingga melakukan kecurangan. Seperti guru yang sengaja memberi anak didiknya nilai baik karena tidak tega padalah sepatutnya dia masih butuh belajar lagi.
Sehingga, UN juga dibutuhkan akan tetapi bukanlah suatu tolak ukur yang pasti untuk kesuksesan seseorang.
"Barang siapa tidak lulus UN maka tiadalah dia mempunyai harga."
^ sangat tidak setuju.
Terima kasih. - Ujian Nasional(UN) bukanlah tokok ukur siswa dalam mencapai ketuntasan belajar.Apabila seorang siswa tidak lulus dalam menempuh UN,apakah siswa itu bisa di anggap "bodoh"?tentu saja tidak.karena banyak faktor yang mempengaruhi disaat siswa itu sedang mengarjakan soal-soal UN.Reply
saya setuju dengan diadakannya UN,namun mengenai batas nilai kelulusan tidaklah ditentukan oleh pemerintah melainkan ditentukan oleh sekoalah masing-masing.karena yang mengetahui seberapa besar prestasi siswa hanyalah sekolah itu sendiri. - Kiki DhiwantamiReply
P Math Swa 08
08301244033
Memang sungguh disayangkan jika seorang siswa dinyatakan tidak lulus hanya karena nilai salah satu mata pelajarannya tidak memenuhi kriteria ketuntasan. Lalu bagaimana dengan proses mereka selama 3 tahun menempuh jenjang. Proses itu nampaknya tak ada artinya ketika nilai ujian lebih dianggap sebagai hal yang dapat mengklaim dirinya pantas untuk lulus. Padahal sebenarnya yang terpenting dari sebuah pembelajaran adalah proses itu sendiri. Karena di dalam proses kita dapat meninjau berbagai macam aspek didalamnya. - Ass...Reply
Pendidikan merupakan tonggak bagi kemajuan bangsa ini. Keberhasilan dalam pendidikan mempengaruhi kemajuan dari bangsa ini. Saya dalam hal ini sangat setuju dengan objek normatif yang bersifat kritis. Bahwasanya UN yang telah dilaksanakan di negara kita ini belum sesuai dengan cita-cita dari pendidikan nasional yang telah ada sejak dahulu. Sebab dalam pelaksanaannya, UN masih belum diterakpak pada semua aspek seperti semua mapel, sikap dari peserta didik juga belum sepenuhnya dinilai. Sehingga menurut saya UN belum cocok digunakan dalam penilaian keberhasilan siswa satu-satunya. - subyek tidak sebaiknya bertingkah seperti itu.. kasian obyeknya. Orang yang lemah atau rendahan dalam pandangan mata kita belum tentu seperti itu menurut Allah.Reply
- assalamu`alaikum...Reply
dalam elegi ini saya menangkap bahwa aturan-aturan dalam pemerintahan adalah subjek, dan kita semua pelaksanya adalah objeknya...
sesungguhnya memang benar, anagat tidak adil apabila seseorang dinyatakan tidak lulus hanya karena sebuah mata pelajaran yang mungkin tidak ia sukai...
tapi jika kita fikir lagi,, manusia memiliki kesukaan masing2,, apa iya bisa pemerintah menyediakan soal ujian yang berbeda2 untuk masing2 siswa? saya rasa itu sangatlah tidak mudah..
kemudian memang benar bahwa sebenarnya kemampuan seseorang tidak bisa dinilai hanya dengan tes objektif saja... harus ada nilai proses menyertainya...
mungkin suatu saat bisa saja penilaian UN disisipi dengan nilai proses di dalamnya,, namun pemerintah harus memastikan bahwa semua jajaran penilai berlaku objektif pada setiap siswa... - adakah angka-angka mampu menjadi parameter kelulusan peserta didik?Reply
bagi saya, un kurang adil tampaknya. karena jikalau demikian adanya, hanya otak belaka yang menjadi tolok ukur (itupun jika un bisa berjalan dengan murni). ini semua merupakan bukti bahwa 'peran' hati masih tidak diprioritaskan. padahal orang tua berambut putih seringkali berujar, "setinggi-tingginya pikiranku tidak boleh melampaui hatiku".. - Nisa Ul Istiqomah_038Reply
Pend.Mat.Swa08
Asslamu'alaikum....
andaikan posisi sebagai bagianmu, aku harus mengikutimu.
jika kamu berada pada bagian ku maka kamu akan jadi perusak programmu.
UN????
menurut saya Un bersifat tidak adil..
bagi siswa2nya sendiri karena kita lu2s bukan dari ilmu kita melainkan dari nilai kita - Dalam kehidupan ini manusia mempunyai beberapa kedudukan, diantaranya adalah sebagai bagian dari masyarakat dan sebagai orang yang beragama. Dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan keagamaan, di dalamnya telah ditetapkan norma-norma aturan yang berlakku bagi setiap anggotanya. Akan tetapi kadang kala manusia lalai dan menyombongkan diri dengan melanggar aturan-aturan tersebut jika itu tidak disenanginya, padahal aturan yang mengatur itu di buat untuk kebaikan, untuk menjaga dari hal-hal yang dapat merugikan kita semua. Untuk itu, mau tidak mau kita harus mau untuk mematuhi aturan-aturan yang ada dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan keagamaan kita.Reply
- dari elegi pemberontakan para normatif ini yang dibahas antara lain UN, saya setuju dengan diadakannya UN karena UN dapat mengukur seberapa jauh kemampuan siswa dalam akademik tetapi saya tidak setuju jika UN dijadikan patokan/ harga mati siswa untuk lulus dari sekolah...Reply
Karena banyak hal yang dapat mendukung siswa itu dikatakan pintar atau tidak, tidak hanya melalui prestasi akademik tetapi lifeskillnya juga harus diperhitungkan.... - Ass..Reply
Yang terpenting dalam pembelajaran menurut saya adalah ikhlas menerima dan memberi. jd peserta didik melaksanakan pembelajaran dengan hati yang senang tidak ada paksaan. sebaiknya mapel UN diselaraskan dengan minat dan bakat siswa, sehingga dapat meminimalisir adanya kecurangan.. - Menurut saya jika kelulusan hanya berdasar UN saja rasanya kurang bijak apalagi UN itu soalnya pilihan ganda bukan problem solving yang dapat mengukur seberapa siswa mendalami materi yang diajarkan.Padahal terkadang pilihan ganda soalnya kurang bisa membedakan siswa yang berkemampuan tinggi,sedang, dan rendah. Hanya dengan berpatokan 3 nilai UN terkadang siswa yang berprestasi di sebuah sekolah bisa tidak lulus. Bahkan dengan adanya UN juga menimbulkan kecurangan.Reply
- Sebagai orang yang pernah mengikuti UN, yang terpenting adalah kerja keras dan terus belajar.. Jangan menyerah!!!Reply
UN yang sekarang, tak seperti UN yang kita laksanakan dahulu. Sekarang banyak aspek yang menentukan lulus tidaknya adik-adik kita.. dengan adanya putusan dari Normatif Agung, banyak catatan yang diberikan. Oleh karena itu, UN tahun ini kita harapkan lebih baik sistemnya. - janu arlinwibowoReply
08301241021
Pend Mat sub 2008 UNY
Hmm memang tulisan ini merefleksikan realitas yang ada dalam dunia pendidikan di negeri kita ini. Ironis memang, jika kita hanya melihat UN sebagai tolok ukur kelulusan. Yang terjadi faktanya adalah banyak sekali anak didik sekarang menjadi suatu korban pemaksaan pola pikir,yang kesehariannya menjelang UN dilaksanakan banyak anak didik yang selalu disuapi praktik-praktik latihan ujian,mereka belajar dipaksakan seperti mesin. Tetapi kecenderungannya yaitu dengan jalan instan, mereka bisa menghalalkan suatu cara agar bisa lulus. Dan menurut saya dalam mencetak suatu karakter anak didik itu tidak sekedar hitam diatas putih. - aslkm,,,Reply
dalam elegi ini menggambarkan pro dan kontra diselenggarakanny UN...UN memang tidak seharusnya yang mendasari lulus dan tidaknya seorang siswa. banyak putra bangsa yang akhirnya stress karena UN, tidak lulus UN dianggap sebagai aib oleh sebagian besar masyarakat kita, maka agar bisa lulus UN segala macam cara dilakukan tanpa mempertimbangkan halal atau haram, maka pada praktiknya dilapangan UN diselimuti banyak kecurangan. maka tugas kita sebagai calon penerus hendaknya mulai memikirkan cara mengatasi persoalan ini... - 08301244032Reply
elegi ini menggambarkan realita pendidikan yang ada di Indonesia, UN sebenarnya dirancang agar pendidikan di Indonesia dapat berkembang lebih baik lagi, tapi kenyataanya banyak yang menyalahgunakannya, terbukti dengan banyak terjadinya kecurangan di sana sini. hal ini menjadi koreksi untuk kita semua bahwa ketika kita mengambil suatu kebijakan hendaknya harus sudah dipikirkan akan bagaimanakah dampaknya nanti. - (Nevi Narendrati/p mat swadana 2008)Reply
Ass.wr.wb.
Saya juga tidak setuju apabila nilai UN dijadikan satu-satunya patokan kelulusan siswa. Itu tidak adil karena seolah UN adalah nilai "sesaat". Banyak faktor yang perlu dinilai dan dipertimbangkan.
Mungkin pemerintah mengkaji dari hasil UN setiap tahun dan opini publik, maka penilaian tahun ini berbeda dengan sebelumnya. Penilaian UN digabung dengan nilai dari sekolah. Dan untuk meminimalisir kecurangan pun tahun ini ada lima tipe soal, untuk pertama kalinya. Semoga kebijakan ini bisa sesuai dengan harapan kita semua. Amien
Wass.wr.wb. - NAMA : TUTIK SHAHIDAYANTIReply
NIM : 08301244031
PRODI : PEND. MATEMATIKA “ SWA ’08”
Assalamualaikum Wr. Wb,
Sebenarnya UN itu dilaksanakan untuk mengukur seberapa besar atau sebagai parameter tingkat kesuksesan atau tingkat kemampuan siswa. Untuk mengetahui kelompok-kelompok daerah mana yang lebih baik SDMnya. Tapi disini UN ada kurang tepatnya yaitu, kenapa UN hanya pada mata pelajan tertentu? Kenapa ?
Selain itu kenapa penilaianya hanya terpatok pada nilai hasil UN saja, padahal sebenarnya prose situ juga hal yang perlu dipertimbangkan untuk diperhatikan.
Apakah ketika mendapat nilai UN terbaek dapat disimpulkan anak itu proses belajarnya juga terbaek? Menurut saya itu belum tentu.
Wassalamualaikum Wr. Wb. - Siti RahayuReply
08301244055
Pend.Matematika
Assalamu'alaikum..
Sebaiknya sistem pendidikan nasional diubah menjadi sistem yang lebih baik. Pemerintah menetapkan nilai yang tinggi untuk dapat lulus dari UN. Jika hal ini tetap dibiarkan maka akan yang ada para siswa akan berorientasi pada nilai saja dan menganggap ilmu tidaklah penting. Yang mereka pelajari justru bagaimana cara untuk mendapatkan nilai yang bagus pada saat UN nanti. Dan setelah UN berlalu mereka cenderung melupakan ilmu yang telah diperoleh sewaktu di sekolah.
Wassalamu'alaikum.. - Banyak sekali hal dan kejadian yang tak diinginkan dalam persiapan dan pelaksanaan ujian nasional.Reply
pemerintah seharusnya memperhatikan proses, dan menilainya tak hanya di akhir - Kelas P.Mat Sub 2008Reply
Elegi ini kembali mengingatkan saya mengenai sebuah ironi yang sering saya jumpa dalam kehidupan sehari hari bahwa seorang lebih cenderung memilih hasil nilai daripada proses. Padahal dalam proses kita dapat belajar, dan dari proses itulah kita mendapatkan ilmu. Tetapi kadang saya sering terheran heran kenapa seseorang yang berilmu kadang tidak diakui jika orang tersebut tidak memiliki sertifikat maupun ijazah, sungguh sebuah hal yang patut direnungkan. - Elegi tentang penyelenggaraan UN di tingkat SMP dan SMA. Menurut saya pengadaan UN itu perlu ada karena UN merupakan salah satu evaluasi untuk siswa yang telah melaksanakan pembelajaran selama 3 tahun, dan pada tingkat akhir di uji dengan soal-soal yang dibuat oleh Nasional untuk mendapat nilai ketuntasan lulus yang telah ditetapkan.Reply
- Dari elegi ini saya bisa menangkap bahwa ketidak adilan dari sistem pendidikan yang ada saat ini. Pendidikan saat ini hanya mementingkan nilai cognitifnya saja tanpa memperhatikan sikap, etika, perilaku siswa dalam belajar. Dengan kata lain, siswa dikatakan berhasil dilihat dari segi outputnya saja dan tanpa memperhatikan prosesnya. Mudah-mudahan kita sebagai calon guru tidak hanya melihat kepintaran siswa kita saja, tetapi yang terpenting bagaimana kita membangun kecerdasan dan nurani sehingga menjadi cendekiawan yang berakhlak mulia.Reply
- mutiah rahmatil fitri (08301244003)Reply
pend. matematika 2008
UN merupakan tolok ukur untuk mengetahui prestasi belajar yang telah dilaksanakan,.. kenyataan yang ada menunjukkan bahwa pelaksanaan UN menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat. Ada yang setuju dengan diadakannya UN, tetapi ada juga yang menolaknya,..pada prinsipnya UN belumlah mampu mengukur prestasi belajar sebab tidak semua mata pelajaran diujikan dalam UN,.. - Eko Setio P.WReply
P.MAT SWA 08 (08301244018)
Dalam segala hal pasti akan kita temui yang namanya pro dan kontra..., itu adalah hal yang lumrah dan biasa, seperti pro kontra akan adanya UN.
Kalau menurut saya pribadi UN memang perlu diadakan karena menjadi tolak ukur prestasi belajar siswa, namun kelulusan siswa harusnya tidak ditentukan melalui UN semata namun harus dipertimbangkan juga hasil-hasil belajar siswa selama di menempuh pendidikan di sekolah. Akan terasa tidak adil jika kerja keras siswa selama bertahun-tahun disekolah hanya ditentukan oleh UN yang dilakukan dalam waktu kurang dari satu minggu - elegi diatas menggambarkan keadaan pendidikan di indonesia,,kebanyakan guru2 hanya berpatokan penting lulus UN.sunggh tragis,,,lagi-lagi masalah UN.ada yang setuju,,ada pula penolakan UN.hal yang wajar,Reply
ya kalo masih banyak kecurangan2 UN mending tidak usah diadakan UN SEperti apa yang dikata Normatif Agung:
Dengan ini aku menyatakan bahwa “Aku melarang dilaksanakan Ujian Nasional”. Titik - Meita FitrinawatiReply
08301244015
P.Mat Swa 08
hal yang dapat saya petik dari elegi di atas adalah tentang realita pendidikan kita. katika UN sebagai harga mati kelulusan siswa tak hanya siswa yang sibuk untuk meraihnya akan tetapi guru juga berusaha agar siswanya lulus UN.walaupun untuk mraihnya menggunakan cara-cara yang haram.
pendapat saya mengenai UN adalah UN penting karena sebagai patokan dan untuk mengetahui standar pendidikan kita. akan tetapi jika digunakan secara tidak tepat maka UN tidaklah penting. - UN memang penuh kontroversi. Memang UN terlalu menyederhanakan cara evaluasi hasil belajar siswa. Banyak yang tidak menyetujui adanya UN yang demikian, tetapi jika sampai saat ini belum muncul pengganti UN pastilah ada alasannya. Untuk megevaluasi siswa satu negara seluas dan serumit Indonesia, sepertinya belum ada yang lebih cocok dibanding UN. Mungkin jalan tengahnya adalah memperbaiki di beberapa bagian sistem UN ini.Reply
- Elegi ini menggambarkan tentang kontroversi yang terjadi dikarenakan UN. UN selalu menjadi dilema terutama bagi para siswa sebagai objek. Selain itu UN juga menjadi perdebatan para petinggi dan orang-orang yang berpikir kritis dan peduli terhadap kepentingan siswa. Maka di sini peran pemerintah sangat penting untuk menghadapi dilema ini. Jika UN terus berlanjut maka kemungkinan pendidikan di indonesia tidak dapat meningkatkan kemampuan intelektual siswa tetapi justru mematikan kemampuan mereka.Reply
- Masalah Ujian Nasional selalu menjadi perbincangan dan selalu menimbulkan kontroversi di dalamnya. Selama ini Ujian Nasional dianggap sebagai satu-satunya indikator kelulusan bagi para siswa. Memang kita merasa itu tidaklah adil. Kelulusan hanya ditentukan beberapa hari saja.Reply
Namun, jika kita hanya terus menerus menyalahkan pemerintah, itu juga bukan solusi yang tepat. Semua itu akan lebih baik jika kita menyampaikan keluhan atau pendapat kita mengenai kelulusan dan Ujian Nasional terhadap pemerintah, dan disertai pula solusi yang tepat untuk menanggapi bagaimana jika Ujian Nasional tidak diadakan. - fitri nurhayatiReply
08301244040
p.mat swa 08
Pengadaan UN seperti makan buah simalakama, maksud pemerintah sih baik, pengen tahu kemampuan siswa tapi malah ditolak karena yang berhak menilai adalah gurunya. nah kalo gini gmn coba,,,kalau gurunya sudah mampu menilai secara obyektif sih ga' papa tapi gmn kalau belum mampu?
pemerintah juga, sekarang UN dikait-kaitkan dengan politik, semisal suatu daerah dikuasai gubernur A trus daerah tersebut nilai UN-nya naik,trus gubernurnya gunain itu bwt kampanye, siswa dan gurunya juga menanggapi UN dengan berlebihan, padahal jaman dahulu ga' lulus itu dah biasa, sekarang kok jadi aib. menurut saya perbaiki dulu moral bangsa,,kalau moralnya morat-marit ya percuma kalau pendidikannya tinggi. - ANISA ISTIQOMAH NUR AINIReply
08301244019
PMATSWA'08
Menurut saya, kelulusan peserta didik tidak bisa di ukur hanya dengan hasil UN, yang meliputi beberapa pelajaran saja. Lalu bagaimana dengan proses belajar peserta didik itu sendiri selama 3 tahun? Apakah itu tidak mempengaruhi apapun dalam kelulusan peserta didik? Apakah hanya hasil akhir yang dilihat, bukan proses untuk mencapai hasil akhir itu sendiri? - Winda OktaviaReply
08301244010
P.Mat Swa’08
Assalamu’alaikum…
Tolok ukur pendidikan pada kita saat ini adalah nilai UN, tetapi walaupun sudah bertahun-tahun dilaksanakan UN masih saja menimbulkan masalah dan kontroversi. Memang secara normatif terlihat tidak adil ketika satu-satunya kriteria keberhasilan seseorang dalam menempuh pendidikan hanya ditentukan dalam beberapa hari dan itupun hanya dengan sebagian mata pelajaran saja. Tetapi jika tidak ada UN sebagai tolok ukur formal pendidikan kita, dan kelulusan ditentukan oleh lembaga pendidik masing-masing, maka akan sangat besar kemungkinan terjadi subyektivitas penilaian. Semoga ada solusi yang lebih baik untuk meningkatkan mutu pendidikan kita di masa depan… - Tidaklah sepenuhnya benar unsur formalist dalam pendidikan di Indonesia ini, namun juga janganlah terlalu diagung agungkan unsur normatif tersebut, meskipun bahwasanya hal tersebut juga tidaklah sepenuhnya salah. Adapun permasalahan yang sesungguhnya tengah dialami oleh bangsaku ini adalah tidak/belum adanya kemampuan untuk mewujudkan keadilan diantara keduanya, dan semoga generasi kita mampu mengisi kekurangan dari keadaan dewasa ini. Amiin.Reply
- lis lingga herawatiApril 7, 2011 4:29 AMNilai UN tidak bisa dijadikan sebagai tolak ukur untuk melihat prestasi seseorang apalagi UN dilaksanakan hanya beberapa hari sementara untuk hasil belajar selama bertahun-tahun.Reply
- Kebanyakan guru sekarang berperilaku sebagai subyek formal. Mereka memaksakan kehendak mereka. Menutupi sifat dari para siswa sehinnga kreativitas para siswa menghilang.Reply
- Betapa naifnya jika di negara ini banyak yang menjadisubjek formal. Kalau boleh saya berandai-andai betapa baiknya negara ini jika banyak pendidik yang mejadi subjek normatif. Subjek yang selalu memperhatikan anak didiknya dengan memberikan kebebasan untuk berfikir dan berkreasi sesuai dengan potensi yang dimiliki. Pendidik yang tidak hanya menyuruh anak didiknya hanya belajar mata pelajaran yang diUANkan saja. Tantangan bagi pendidikuntuk tetap fokus pada mata pelajaran UAN tanpa mengesampingkan potensi dan kreatifitas siswa.Reply
- Hemi eviana fitriReply
P mat sub 08
08301241034
Saya setuju jika Ujian nasional itu tidak diadakan dengan cara yang telah dilakukan selama ini. Atau jika mau diadakan, jangan diadakan karena alasan formalitas saja tanpa memikirkan aspek normatifnya. Ujian Nasional sebaiknya lebih mengutamakan aspek normatifnya.. - UN merupakan salah satu keadaan yang masih diperdebatkan, ada yang pro ada juga yang kontra…Menurut saya UN perlu juga dilakukan, namun kelulusan seorang siswa tidak hanya ditentukan dalam waktu 4 hari itu…Kelulusan juga harus mempertimbangkan bagaimana proses siswa belajar,bagaimana nilai hariannya…Sehingga jika nilai UN tidak bagus, siswa bisa ditolong dengan nilainya selama 3 tahun belajar di SMP/SMA.Reply
Pelaksanaan UN pun harus berjalan dengan jujur, sejak UN bergulir sampai sekarang masih saja ada bocoran soal dan kunci jawaban, dan yang paling mendonai yaitu ketika ada oknum guru atau kepala sekolah yang melakukan tindakan seperti ini. Semoga saja UN tahun ini berjalan dengan lancer dan jujur, dengan adanya peraturan baru semoga siswa SMP/SMA lulus 100%..
Oh iya Pak, saya mau tanya bagaimana pendapat Bapak tentang perubahan peraturan kelulusan tahun ini, mengenai kelulusan ditentukan 60 % nilai UN dan 40% nilai semester 3-5.??
Terima Kasih… - elegi ini begitu kental dengan segala permasalahan tentang pikiran dalam pendidikan dan jujur saja demikianlah fakta yg terjadi di Indonesia, kami harus seperti apa? normatif sangat benar, aq pun setuju dengannya, namun apabila kami terjun langsung dalam dunia pendidikan utamanya sebagai guru pns, maka kamipun hanya menjadi pion para budak formal dalam dunia percaturan pendidikan Indonesia. Ingin melawan, membangkang aturan formal dan keluar atau bertahan dan tersiksa sebagai normatif yang terbungkam mulutnya,,,menjadi dilema seorang guru di Indonesia yg ingin mengeluarkan aspirasinya namun tak berdaya,,,hanya mampu menulis atau bahkan pembangkang dalam selimut,,hanya mampu mengubah dengan cara membelajarkan(penerapan Architechno)Reply
- MARIANA RUWIReply
08301244044
P.MAT SWA 08
setelah membaca elegi ini, saya mempunyai pendapat bahwa alangkah lbh baiknya apabila kelulusan siswa tdk hny brgantung nilai UN, nmun perlu dipertimbangkan dg nilai smster.untuk apa diadakn ujian smster jika tdk ada pngruh sma sekali dg kelulusan. - pelaksanaan UN merupakan sebuah sikap ketidak adilan pemerintah dalam mereduksi pendidikan dengan mengesampingkan factor-faktor yang ada selama proses pembelajaran di sekolah.Reply
- Meningkatkan prestasi nasional dalam bidang akademik tentunya adalah tujuan kita bersama. Namun, pemerintah sebagai yang membuat dan menetapkan sistem juga harus mempertimbangkan dengan baik perihal UN, dikaji secara mendalam dan mengecek pelaksanannya sampai tingkat yang paling bawah. UN hanya tolak ukur yang belum bisa mewakili keseluruhan penguasaan kompetensi siswa selam bersekolah. Sehingga alangkah lebih bijaksana jika untuk perihal lulus atau tidaknya siswa melalui kesepakatan yang lebih objektif dari masing-masing sekolah.Reply
- ANIF ARDHIANSYAHReply
08301244027
PENDIDIKAN MATEMATIKA
UAN padah tahun 2011 ini agak berbeda, tersa melegakan walau belum sepeuhnya sesuai dengan yang diharapkan, pembelajaran dengan evaluasi oleh pendidik yang bener2 mengerti perjalan ilmu yang dipelajari, UAN yang selama ini menjadi monster besar yang menjadikan berbagai pihak kehilangan jai dirnya bahkan ada yang ampai mencontek masal yang terorganisir. - ANDRIANI SUZANAReply
08301244043
Pend Matematika Swa 2008
Elegi Pemberontakan Para Normatif memperdebatkan masalah Ujian Nasional. Menurut saya, disatu sisi Ujian Nasional perlu adanya guna mengetahui kemampuan pada diri siswa, sejauh mana siswa menguasai bahan ajar yang telah dipelajari selama kurang lebih 3 tahun bagi jenjang SMP dan SMA, dan 6 tahun untuk jenjang SD.
Tetapi disisi lain, karena kecurangan dari berbagai pihak yang melakukan segala cara agar siswanya lulus, itulah yang menyebabkan gagalnya pelaksanaan Ujian Nasional. UN telah dipersiapkan dengan matang, tetapi beberapa pihak tidak menghargai itu karena suatu gengsi. Itulah yang perlu dibenahi akan sikap mental bangsa ini.
Kesimpulannya, karena ada sisi positif dan negatif dari UN, maka ada beberapa pihak yang setuju dengan adanya UN, tetapi ada beberapa pihak pula yang tidak setuju dengan adanya UN.
Terimakasih ^...^ - apa mau dikata.. toh memang seperti ini kenyataanya dunia pendidikan di indonesia. jika sudah rusak total seperti ini, mau di perbaiki dari mana?Reply
- ONTOLOGIReply
Hakekat dari subyek dan obyek dari pembahasan diatas adalah para pelaku pendidkan. Perdebatan itu muncul karena adanya perbedaan pemikiran, hal ini wajar tapi yang menjadi masalah besar adalah korban dari perbedaan itu. Semua obyek dan subyek berteriak mengatak diri benar...mereka beraksi sesuai posisi dan jabatan masing-masing...siswa hanya terdiam sambil melotot...aku mau dibawa kemana...? tak seorangpun tau dari siswa karena dia hanya sadar bahwa posisinya hanyalah sebagai siswa...
EPISTIMOLOGI
Suatu sistem yang baik dan didukung oleh pengelola yang baik pula pasti akan menghasilkan output yang baik, begitu juga dengan pendidikan yang memiliki sitem yang sangat besar dan pengelola yang sangat besar pula memiliki tantangan yang besar untuk mencapai tujuan pendidikan, seperti salah salah satu program UN yang sampai saat ini menjadi permasalahan dan menurut hemat saya masalah yang paling besar dimunculkannya oleh program ini adalah munculnya karakter berbohong pada orang lain terutama pada diri sendiri, mungkin tepat pepatah yang mengatakan “sudah berbuat kemudia sembunyi tangan” . kita bisa lihat hasil dari kebijakan ini sangat menyedihkan apalagi bergentayangannya contoh yang tidak pantas dari para panutan baik dari guru, masyarakat, samapi pada para pemimpin-pemimpin yang katanya orang-orang terdidik, sebenarnya siapa yang salah dan harus bertanggung jawab mungkin jawaban yang tepat untuk saat ini adalah TANYALAH PADA RUPUT YANG TERSENYUM MELIHAT KEADAAN INI SAMBIL BERGOYANG
AKSIOLOGI
Sungguh menyedihkan jika kita mengingat sejarah pendidikan bangsa ini, yang dulunya kita mengirimkan guru ke malasya tapi sekarang malah kita mencontoh/belajar dari mereka karena mereka lebih belajar dari kita. Begitulah manfaat dari pendidikan itu kita akan bisa membawa bangsa kita kearah yang lebih baik dengan tidak ada kemiskinan, dan korupsi. Khususnya pada program UN yang sudah berlangsung lama, manfaanya terlalu sedikit jika dibandingkan dengan dampak negatif yang timbulkan, semoga program ini segera dirubah, agar bangsa ini memiliki penerus yang tidak berkarakter sebagai pembohong, dan tidak meniru para tikus-tikus berdasi yang korupsi - Refleksi dari:Reply
P.Mat (A).11709251011
Menurut saya inilah hal menarik yang harus ditinjau kembali, mengingat kita adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam dunia pendidikan.Filsafat mengajak kita untuk berfikir secara menyeluruh dan mendalam tentang hal ini bagaimana dampaknya pada diri siswa dan juga seluruh orang yang terlibat dalam dunia pendidikan. - aspek normatif merupakan aspek fundamental yang menunjuk pada kebenaran berpikir. pemahaman idealis hanya akan didapatkan pada tataran normatif. sehingga aspek normatif ini sebenarnya tak lain adalah suara hati nurani yang selalu mengajak kepada yang benar, meski pahit prosesnya tetapi akan berbuah manis pada akhirnya.Reply
- PMA PPs UNY 2011 (11709251009)Reply
Aspek Ontologi: Pada hakekatnya, Ujian Nasioanal telah membawa keterpurukan pada dunia pendidikan. Aspek-aspek penilaian terhadap seorang siswa tidak seluruhnya dievaluasi. Padahal dalam pembelajaran disekolah mereka tidak hanya mempelajari pelajaran yang diujian nasionalkan. Ada beberapa mata pelajaran lain yang dipelajari. Apakah hal itu diabaikan saja? Mereka akan menganggap untuk apa mereka pelajaran ini, kalo ini tidak diujian nasionalkan. Begitu juga penilaian afektif tdk diikutsertakan, bagaimana kedisiplinan mereka dalam sekolah, rajinnya mereka membuat PR, kehadiran mereka dalam kelas apakah tidak dinilai juga? Betapa menyedihkan kalo memang hanya Ujian Nasional sebagai tolak ukur kelulusan siswa.
Aspek Epistomologi: Para penguasa dalam bidang pendidikan harusnya terjun langsung melihat fenomena ini. Apakah kebijakan mereka telah membuat kemajuan yang signifikan dalam bidang pendidikan? Apakah hati tidak dipakai lagi dalam proyek UN ini?
Aspek Aksiologi: Dengan terjun langsung, diharapkan para penguasa dapat melihat betapa stressnya siswa dan guru menghadapi Ujian Nasional ini. Siswa ditakuti dengan ketidaklulusan, guru ditakuti dengan ketidaklulusan siswa dan kemudian dianggap guru yang tidak becus mengajar, tidak mempunyai kompetensi dan ketakutan hirarki kekuasaan. - 11709251040 PMat BReply
Hal terpenting dalam proses pembelajaran adalah proses, dan bukanlah sekedar berorintasi pada hasil. Dalam hal ini, mungkin secara idealis UN ditujukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, namun secara teknis pelaksanaan, terdapat "hal" yang justru dapat menurunkan kualitas pendidikan di indonesia. Bagaimana tidak, jika dengan adanya UN malah justru akan melahirkan budaya instan dan hanya mengarah pada hasil saja. Bukankah untuk dapat memperoleh pengetahuan maka pengetahuan tersebut harus dibangun dalam diri masing-masing siswa melalui pengalaman-pengalaman belajarnya? Oleh karena itu, ada banyak hal yang harus dibenahi untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan di indonesia, perbaikan secara menyeluruh dengan dukungan dari semua pihak, karena pendidikan adalah suatu sistem yang saling berhubungan dan terkait. - M. SyawahidReply
NIM : 11709251032
Pps UNY Pend. MTK kelas C 2011
Ketika UN menjadi satu-satunya alasan untuk belajar dan meningkatkan prestasi maka yang terjadi adalah belajar hanya untuk waktu yang singkat karena ketika UN selesai maka pelajaran tadi akan hilang dan tidak akan dipelajari lagi. UN hanya sebuah media untuk mengetahui kemampuan standar minimal yang telah ditentukan bagi para peserta (dasar – menengah) didik di seluruh indonesia. Sehingga UN bukan ajang untuk gengsi betapa hebatnya peserta didik kita dimasing-masing daerah, UN juga untuk peserta didik bukan untuk guru. Sesungguhnya kebijakan yang ada sudah banyak disalah sartikan dan salah dilaksanakan. Pentingnya mengembalikan sesuatu pada tujuan dan landasan adalah salah satu hal yang harus dijaga kaitannya dengan pelaksanaan sesuatu. Dari hal ini, dapat kita kaitkan dengan mempelajari filsafat yakni salah satu adab yang dalam mempelajari filsafat adalah memperhatikan tujuan dan landasan. - ERNI GUSTIEN VIRGIANTIReply
PPS UNY 2011 PMAT A(11709251046)
ONTOLOGI :
Ujian Nasional yang dilakukan di Indonesia membuat dampak yang kurang baik pada siswa, bahkan memberikan contoh pada siswa bentuk pendidikan karakter yang buruk. Dikatakan demikian karena pada pelaksanaan dilapangan untuk sekolah tertentu dan tempat tertentu terkadang pelaksanaan UN tidak dilandasi dengan kejujuran hati. Dampak buruknya lagi dengan ketidak jujuran yang ada siswa merasa bahwa pembelajaran menjadi tidak bermakna hanya baik buruknya selama mereka belajar hanya dinilai dalam 4 hari saja atau paling tidak 1 minggu.
EPISTEMOLOGI:
Menghapus UN mungkin kata yang terlalu pedas, kalau menurut saya alangkah baiknya UN itu hanya untuk melihat kemajuan pendidikan di Indonesia dalam kurun waktu tertenju saja bukan menentukan dalam kelulusan siswa karena menurut saya berhasil tidaknya pendidikan bukan dengan mampu menjawab 100% benar tetapi bagaimana pendidikan itu mampu menjadi sesuatu menjadi lebih baik.
AKSIOLOGI:
Menentukan kelulusan dengan bukan hanya dari hasil UN, akan membuat dunia pendidikan kita terbebas dari tekanan UN yang menyesakkan dada. Menjadikan pendidikan kita penuh kreatifitas baik dari guru maupun dari siswa. - TRI WIJAYANTIReply
11709251048
PEND.MATEMATIKA KELAS C PPs UNY
Seperti itulah gambaran serba-serbi ujian nasional yang terjadi di Indonesia. Dimana para pemegang kekuasaan mengedepankan aspek formalitas atas terselenggaranya UN, sedang aspek normatif dari pelaksanaan tersebut tidak diperhatikan.
Apapun yang terjadi pada peserta didik tidak mengubah pendirian para stakeholder yang dengan keyakinannya bahwa UN adalah tolak ukur keberhasilan siswa dalam pembelajaran.
Padahal dibalik itu semua ada harapan yang besar dari siswa bahwa pendidikan dan pembelajaran adalah sarana untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam berkarya, tidak terbatas hanya pada UN saja. Terlalu parsial jika kita hanya memikirkan kepentingan suatu golongan tanpa mempertimbangkan akibat yang besar dari itu semua.
Secara normatif, siswa mempunyai potensi yang luasr biasa yang mampu dia kembangkan, tetapi terkadang terhalang karena aturan penyelenggaraan UN. Tidak bijak jika kemampuan siswa yang heterogen harus ditentukan kelulusannya hanya dengan UN saja, UN boleh boleh menjadi standar ukur kemampuan kognitif siswa di bidang matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan mata pelajaran lain yang diUN kan, tetapi ketentuan kelulusan siswa harus dilihat dari beberapa aspek yang memenuhi beberapa kemampuan yang dimiliki siswa. - Palupi Sri WijayantiReply
NIM. 11709251045
Filsafat Ilmu
PPs Pend. Matematika kelas C
Pembelajaran di sekolah dapat dilaksanakan dengan berbagai variasi metode, pendekatan, media, ataupun strategi. Tujuan pelaksanaan pembelajaran dengan variasi tersebut tidak lain hanya untuk memberikan siswa ruang yang cukup agar memperoleh pengalaman belakar ketika pembelajaran di sekolah. Namun,pelaksanaan pembelajaran yang demikian terhalangi oleh batu besar dan sangat memberatkan langkah inovasi pembelajaran tersebut. Batu besar itu adalah waktu. Karena pembelajaran di sekolah-sekolah berdasar aturan dan kurikulumnya secara tidak langsung dituntut untuk menciptakan siswa yang lulus UN sehingga inovasi pembelajaran tersebut dimentahkan oleh UN. Namun, di sisi lain, UN tidak serta merta dengan mudah ditiadakan sehingga hal ini menjadikan kontradiksi dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah. - SumarnoReply
NIM 11709251028
P MAT Kelas A
Menurut pendapat saya nilai UN bukanlah cerminan kemampuan siswa yang sebenarnya.Dengan kondisi ini, sangatlah rapuh kalau kita mendasarkan lulus atau tidaknya seorang siswa atas dasar sesuatu yang sebenarnya bukanlah kemampuannya.Kita seolah berpegang pada sesuatu yang sebenarnya belum tentu bisa dipercaya.
Mencermati hal ini, amatlah wajar permintaan dari Education Forum dan Komunitas Air Mata Guru untuk meniadakan ujian nasional karena dianggap tidak layak sebagai standar kelulusan. Tinggallah sekarang bagaimana pemerintah menyikapinya. Haruskah kita terus membuat sebuah keputusan penting, lulus tidak lulusnya siswa, atas dasar sesuatu yang belum tentu menunjukkan kemampuan mereka yang sebenarnya? Bagi saya, menjadikan ujian nasional sebagai standar kelulusan bagaikan bercermin pada kaca yang buram. Jika kaca tersebut dibersihkan, akan terlihat wajah yang jauh lebih jelas dan tentu saja memperlihatkan bayangan sebenarnya. - PM A S2 UNYReply
11709251043
Elegi ini menggambarkan salah satu bentuk arogansi para subyek di dunia pendidikan kita terhadap obyek yang semestinya difasilitasi untuk bisa berkembang sesuai dengan potensinya (peserta didik). Fenomena Ujian Nasional (UN) dalam berbagai bentuknya (Ebtanas, UAN, dan UN) telah memberikan dampak yang luar biasa dalam dunia pendidikan kita. Secara yuridis, UN memang hanya merupakan salah satu bentuk pengukuran yang dilakukan oleh pemerintah. Faktanya di lapangan, UN telah membuat semua komponen terkait menjadikannya sebagai satu-satunya tolok ukur keberhasilan. Hal ini dikarenakan hasil UN menjadi penentu kelulusan peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Mulai dari orang tua, guru, kepala sekolah, kepala dinas, bahkan kepala daerah semua berusaha menjadikan keberhasilan UN sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan di bidangnya. Orang tua akan sangat senang dan bangga melihat hasil UN putra-putrinya yang bagus. Guru akan sangat bangga apabila bisa mengantarkan anak didiknya meraih sukses dalam UN. Kepala Sekolah akan sangat bangga ketika sekolah yang dipimpinnya mendapatkan hasil terbaik dalam UN. Kepala Dinas pun demikian. Sebaliknya mereka akan merasa sangat terpuruk apabila hasil UN tidak sesuai dengan harapannya. Dalam keadaan yang seperti ini akan terjadi sebuah kondisi yang saling menyalahkan. Guru menjadi obyek kemarahan kepala sekolahnya. Kepala sekolah menjadi obyek kemarahan kepala dinas. Kepala dinas menjadi obyek kemarahan pimpinannya, demikia seterusnya. Inilah dampak luar biasa dari fenomena UN dalam dunia pendidian kita. Proses pembelajaran yang telah berlangsung 3 atau 6 tahun sebelumnya hanya ditentukan keberhasilannya dengan UN. Oleh karena itu, menjadi sesuatu yang wajar apabila banyak upaya-upaya (bahkan beberapa semestinya tidak dilakukan oleh sebuah institusi pendidikan) untuk meraih sukses dalam kegiatan itu.
Berdasarkan fakta-fakta yang terjadi di lapangan seputar pelaksanaan UN, sudah semestinya paradigma UN di ubah dan dikembalikan seperti yang tercantum dalam peraturan pemerintah, yaitu sebagai salah satu pengukuran saja yang dilakukan secara nasional. Dengan demikian UN hanya dilaksanakan sebagai salah satu bentuk standarisasi tanpa menjadikannya sebagai salah satu penentu kelulusan peserta didik. - 11709251039/ PPs UNYReply
UN jangan hanya formalitas saja. Perubahan format kelulusan UN hendaknya menjadikan sekolah lebih terpacu untuk meningkatkan kualitas belajar-mengajarnya. Komunitas sekolah wajib menyikapinya dengan cerdas. Jangan lagi main akal-akalan. Saatnya pihak sekolah benar-benar menjalankan proses belajar dan mengajar dengan baik sehingga para siswanya dapat meraih angka tinggi saat US dan UN tanpa harus dibantu, tanpa membuat anak didik ketakutan atau menjadi stres. - Normatif, seperti itulah normatif yang sampai kapanpun tetap normatif karena namanya saja normatif. Tapi sebagai calon penerus peradaban kita harus dinamis dalam menyikapi normatif atau bahkan kita berkewajiban merubah pengertian normatif agar lebih hidup dan tidak menjadi mitos normatif, tapi selalu menjadi logos normatif. Itu yang terpenting....Reply
- Muhammad Istiqlal (S2 Pmat C)Reply
11709251041
Sungguh sesuatu yang normatif itu bukan berarti baik untuk semuanya,,namun yang normatif itu berusaha mengatur dan mengendalikan segala yang ada dan mungkin ada,,UN yang bersifat normatif ternyata mengakibatkan reduksi terhadap keberhasilan seseorang,,bahkan mereduksi harga diri sesorang..sungguh luar biasa,sesuatu yang normatif mammpu mempengaruhi segala sesuatu yang berada disekitarnya - Zuhdy TafqihanReply
PMat C NIM 11709259001
Pascasarjana UNY
Elegi ini menyuguhkan sebuah pemberontakan yang faktual dan aktual. Dalam konteks pendidikan nasional, UN menjadi sebuah sorotan dalalm pemberontakan ini. Sungguh sangat menarik.
Formal telah memproklamirkan diri di ranah UN, bahwa UN memang menjadi semacam parameter yang diformalkan. Ini menjadi populer hingga pemeo mengatakan seseorang akan malu kepada calon mertua jika tidak lulus UN. Menggelitik sekali.
Antara kenyataan dan idealisme menjadi dipertaruhkan menjadi semacam perang antara normatif dan formal. Ketika tidak semua bidang atau mata pelajaran di UN kan, maka proses menjadi tak pernah diperhatikan lagi. Yang nampak hanyalah nilai-nilai UN yang ternyata juga dimanipulasi di banyak tempat, minimal terdapat tim sukses sebagai hantu yang berkeliaran di sana sini ketika berlangsungnya UN.
Sangat kritis.
Salam filsafat Pak marsigit.. - RAEKHA AZKA (11709251037)Reply
Lagi-lagi dilematis. Benar-benar suguhan yang sangat dilematis. Para normatif menganggap UN bisa menjadi patokan kelulusan sementara para formal menganggap UN tak mampu. Terlepas dari hal itu sebenarnya bahawa UN memang sebuah alat ukur, yaitualat ukur kemampuan siswa secara kognitif pada mata pelajaran yang di teskan.
Namun kenyataan di negara kita ini UN dijadikan sebagai acuan kelulusan. Nah seharusnya UN mengujikan semua aspek dalam diri siswa. Namun ternyata UN hanya menguji beberapa mata pelajaran saja tidak semua dan tidak menguji aspek afektif dan psikomotorik. Tentu saja ini justru tidak memanusiakan manusia karena belajar adalah membuat manusia menjadi benar-benar manusia.
Namun ada pelajaran di balik peperangan tersebut. Kita sebagai manusia sudah seharusnya janganlah memaksakan kehendak dan apabila mengaplikasikan sesuatu haruslah dengan perhitungan yang dalam dan luas. - 11709259002Reply
PMAT C
udah sejak awal kemunculannya UN menjadi pro kontra banyak orang, terutama bagi guru2, dan siswa yang menjalaninya, setiap akan datangnya waktu UN para guru udah merasa bimbang dan dilematis, disatu sisi dia tidak mau berbuat dosa, disisi lain dia ingin siswa nya semua lulus, memang hal yang sangat dilematis, begitu pun bagi siswa yang hanya menjadi korban, karena kelulusan mereka yang bersekolah selama 3 tahun hanya di tentukan dalam waktu 3 hari,, apakah bisa yang sebagian mewakili yang seluruhnya??? - Assalamu’alaikum Guru PikirankuReply
Cukup menggugah, kita sebenarnya berada dalam posisi yang mana? Seolah-olah ada yang peduli dengan informasi selama ini tentang hiruk pikuk UN, ada yang tidak peduli sama sekali yang penting dapat keuntungan, ada yang tidak mau tahu karena itu sudah menjadi kebijakan. Di manapun posisi kita semuanya serba dilematis. Selama kepentingan pribadi, golongan dan kelompok tertentu saja yang dipikirkan rasanya susah ditemukan jalan keluar. Tanpa menghilangkan sifat kritis kita, kitapun tetap memahami posisi kita, tidak ada yang tidak mungkin. Air yang menetespun bisa melubangi batu. Jikalau suatu saat kita diberi kesempatan untuk berada di atas mudah-mudahan kita bisa melakukan banyak hal untuk melakukan perubahan bagi dunia pendidikan kita, bagi kita yang sekarang berada di tataran bawah marilah kita memaksimalkan kemampuan kita, terus memberi semangat untuk siswa agar menjadi lebih baik, dan mengajarkan siswa secara tulus agar bisa menjadi generasi yang akan melanjutkan perjuangan dan cita-cita kita. Amin. Semoga pihak pihak-pihak yang berkepentingan suatu saat duduk bersama dengan menghilangkan ego masing-masing demi perbaikan dunia pendidikan kita. - Muhamad Farhan (11709251034) PMAT CReply
dalam hemat saya, UN sekarang telah bercampur dengan suasana perpolitikan, adanya unsur kepentingan perorangan atopun golongan yang menyebabkan permasalahan UN sampai saat ini menjadi bahan pembicaraan.
ada kekurangan maupun kelebihan dengan adanya UN, jika kita melihat pemerataan pendidikan di kota dan didesa maka akan sungguh ironis sekali keadaannya, sehingga untuk mengukur kemampuan dikota dan didesa adalah sangat mustahil untuk mendapatkan kesamaannya. namun sisi lain UN berguna untuk mengukur tingkat keberhasilan pendidikan indonesia secara umum.
maka menurut saya, UN haruslah menjadi otonomi daerah masing-masing, tidak berpusat pada 1 kebijakan saja karena banyak pihak yang akan dirugikan disebabkan pemerataan pendidikan di indonesia belum terlaksana dengan baik..
semoga para pemilik kebijakan lebih bijaksana dalam menyikapi permasalahan ini.. Aamiin - NIM. 11709259004Reply
P.Mat C
Elegi tersebut memberikan gambaran yang nyata pada pendidikan di Negara kita yang lebih mengutamakan hasil kelulusan pada Ujian Nasional, tanpa ada berbalik pandang pada pembelajaran disekolah. Oleh karena itu, siswa menjadi korban yang lebih dituntut oleh pemerintah terhadap kelulusan UN, padahal sesungguhnya siswa merupakan generasi muda atau benih-benih yang akan menjadi penerus kemajuan pendidikan di Negara kita. Tidak seimbangnya pemberlakuan Ujian Nasional dengan proses pembelajaran disekolah yang lebih mengharapkan student centre, mengakibatkan pro-kontra dalam pendidikan itu sendiri. - HUSNUL LAILI (P.MAT B 2011)Reply
11709251003
dari elegi ini terlihat jelas akan ketidak berdayaan siswa untuk menentang aturan pemerintah karena siswa hanya sebagi subyek saja (mematuhi semua peratauran-peraturan pemerintah yang sudah ditetapkan). padahal sebenarnya, yang terpenting dalam proses belajar mengajar adalah bagaimana proses belajar dan pemahaman siswa pada semua materi, dan hasil akhir bukanlah cermin untuk kita bisa melihat kemampuan dan pemahaman siswa. namun, jika kita lihat dari pelaksanaan UN saat ini, nilai UN lah yang dilihat sebagai hasil akhir kemampuan siswa namun prosesnya kurang diperhatikan. - Orientasi akan hanya lulus UN harus mulai dirubah. Pendidikan bukan hanya proses menyelesaikan soal UN semata, tetapi lebih dari itu. Pendidikan itu menyiapkan kehidupan yang akan dihadapi masa mendatang. Siswa-siswa kita akan hidup pada jaman yang bisa jadi sangat berbeda dengan jaman kita saat ini. Teknologi yang bisa jadi jauh lebih maju dari sekarang, biaya hidup yang bisa jadi jauh lebih mahal dari sekarang, pemikiran-pemikiran yang bisa jadi jauh lebih keras dan maju dari sekarang, dan bisa jadi kehidupan yang semakin anarkis atau bisa jadi juga semakin santun, ataupun yang lain. Melalui pendidikan lah siswa harusnya siap akan hal tersebut. Bukan untuk menyelesaikan UN dengan cara yang tidak jujur, bukan hanya melingkari jawaban pilihan ganda pada lembar LJK, dsb. Pendidikan harus lebih baik dari sekarang. Bagaimana cara? perubahan itu adalah tanggung jawab kita bersama.Reply
- Ujian Nasional (UN) bagi sebagian besar masyarakat adalah momok yang sangat menakutkan terutama para siswa dan orang tua bahkan gurupun banyak yang merasa dipusingkan gara-gara adanya UN. Ini memang tidak adil walaupun sekarang nilainya sudah ditambah dengan nilai raport, tapi kenyataannnya kecurangan masih ada dimana-mana, terkadang saya juga heran dengan yang membuat peraturan sebenarnya mereka itu tidak tahu? Atau pura-pura untuk tidak tahu dengan kondisi yang ada dilapangan. UN tidak bisa dijadikan sebagai alat ukur keberhasilan sebuah pendidikan di negeri ini. Saya sangat setuju jika UN ditiadakan dan kelulusan siswa ditentukan oleh sekolah masing-masing karena sekolahlah yang lebih mengerti keadaan siswanya. Sudah cukup anak-anak yang pintar menjadi korbannya sementara anak yang tidak pernah berangkat malah lulus dan tertawa lebar, mau jadi apa negeri ini, jika ini semua tetap dibiarkan.Reply
- maaf ada beberapa yang saya ralat dari komen sebelumnya :..Reply
dari pernyataan Normatif Agung:
Dengan ini aku menyatakan bahwa “Aku melarang dilaksanakan Ujian Nasional”. Titik
sebaiknya muncul tokoh yang memberikan solusi terhadap polemik pro-kontra unas ini,... karena selama dalam suatu kontradiksi bila satu pihak tetap kukuh pendiriannya dengan mengatakan pokonknya justru kontraproduktif,... dan memaknai kontradiksi ini seharusnya muncul ide baru tentang sistem evaluasi yang dapat diterima kedua belah pihak, terutama juga yang juga penting jangan sampai mematikan kreativitas guru sebagai ujung tombak pendidikan sekolah..
maaf bila ada yang kurang berkenan,.. dan keterbatasan pemahaman saya... - I feel that education in Indonesia is less fair. because subjects in ujikan all equally good for high school or vocational school. whereas subjects in unggulkan clearly different. so how it should?Reply
- Ummi Aisyah 11709251049 PMAT A PPS UNY 2011Reply
Assalamu’alaikum
Saya setuju dengan pendapat pak totok Sebaiknya ada tokoh yang mampu memberikan solusi terhadap polemik pro-kontra UN. karena selama dalam suatu kontradiksi bila satu pihak tetap kukuh pendiriannya dengan mengatakan pokonknya justru kontraproduktif,... dan memaknai kontradiksi ini seharusnya muncul ide baru tentang sistem evaluasi yang dapat diterima kedua belah pihak, sehingga jangan sampai mematikan kreativitas guru sebagai ujung tombak pendidikan di sekolah. - Satriawan PM A (11709251035)Reply
UN masih perlukah???
Pelaksanaan UN harus berjalan dengan jujur, namun kenyataannya setiap pelaksanan UN selalu aja ada ketidak-jujuran, kebocoran soal, SMS kunci jawaban dan masih banyak kecurangan-kecungan yang lain. Sekarang apakah ini yang diharapka oleh pemerintah??? Tentu tidak, yang diharapkan adalah prestasi namun perlu dipertimbangkan kesiapan siswa yang berhadapan langsung dengan suasana yang mencekam, UN bergulir sampai sekarang masih saja ada bocoran soal dan kunci jawaban, dan yang paling mendonai yaitu ketika ada oknum guru atau kepala sekolah yang melakukan tindakan seperti ini. Semojadi harus dipertimbangkan kesiapan mental, kesiapan fisik. Seharusnya kalaupun benar-benar ingin mendapatkan prestasi kenapa mata pelajaran yang lain tidak di UN kan, agama misalnya, kewarganegaraan, dll. - NIM. 11709251005Reply
P Mat B Pasca UNY
Menurut saya ujian nasional itu perlu. Sebagai analoginya, diangkat atau tidaknya derajat seseorang di hadapan Allah adalah dilihat dari hasil ujian yang Allah berikan kepadanya. Apakah ian melalui ujian dengan baik atau tidak, jika baik maka derajatnya diangkat. Begitu pula penilaian pendidikan, tiadalah seseorang dapat menaikkan ilmunya jika tidak diuji terlebih dahulu. - 09301241013Reply
pmatsub09
Education in Indonesia as if locked by officials who ruled over. They carry out and continue to maintain a program that really does not support the development of education in Indonesia.It is only for personal gain. The officials like that is what it should be eradicated so that education in Indonesia can develop and not exploit the next generation - Memang UN itu menjadikan banyak kalangan cemas, bahkan sampai menjadi objek penelitian para sarjana "tingkat kecemasan siswa". Tapi UN kali ini jauh lebih baik karena nilai raport ikut diperhitungkan dan kelulusan siswa tidak bergantung pada hasil UN saja. Namun bagiku lebih baik ujiannya seperti dahulu, karena tidak ada perlombaan nilai yang mengakibatkan setiap daerah lebih mementingkan nama dari pada kualitas pendidikan. . Mohon maaf ini hanya pendapat dari saya yang bukan ahlinya.Reply
- Commont : Elegi Pemberontakan Para NormatifReply
memang rasanya tidak adil jika tolak ukur kepandaian atau kelulusan pada saat itu.karena saat itu belum tentu bisa mewakili pribadi. tentu saja dengan alasan yang berbeda-beda dari pribadi-pribadi. - UN adalah “Sabdo Padhito Ratu” siapapun yang masuk ke dalam sistem mau tidak mau, suka atau tidak suka harus melaksanakannya. Sudah banyak kritik dan saran bagiamana menyikapi pelaksanaan UN tersebut, tetapi dengan segala macam dalih pembenaran UN tetap jalan. Komentar tinggal komentar, kritik tinggal kritik, semakin banyak komentar dan kritik semakin gede anggaran untuk UN. Akhirnya ya kembali ke hati nurani kita masing – masing, apakah kita kan selama dalam suatu polemik dan kontradikasi dalam menggelola pendidikan negeri ini.Reply
- Asalamu'alaikum wr wb
UN masih di anggap sebagai alat ukur tertinggi dalam pendidikan. Dan pemerintah bangga akan angka-angka yang diperoleh dari UN. Bahkan UN digunakan untuk membuat ranking-rangking dari daerah tetang keberasilan pendidikannya. Pendidikan justru berbau kompetisi, persaingan dan tekanan. Padahal seharusnya pendidikan itu berbau perbaikan, peningkatan, inovasi, dan membangun.
Korbannya jelas yaitu Siswa. Dari tahun-ketahun ada saja siswa yang jadi setres ataubahkan bunuh diri ketika musim UN tiba. Ini fenomena gunung es tentunya korbannya lebih banyaak lagi.
Sepertinya UN walau telah dikritik sebagaimanapun masih jalan terus. Bahkan makamah konstitusi tak mampu menghentikan UN. Namun saya percaya Batu sekeras apapun akan berlubang jika terus-menerus tereesi air.
Semoga Allah menguatkan orang-orang yang berkehendak merubah dunia pendidikan menjadi lebih baik.
Mungkin, prestasi-prestasi sepanjang perjalanan pembelajaran patut dipertimbangkan, termasuk etika dan perilaku selama periode ke periode pembelajaran. Dengan cara itu evaluasi bisa merangkul sisi formal dan normatif sekaligus. Bukan evaluasi instan yang tampaknya sangat mementingkan 3/4 bulan terakhir masa-masa di sekolah, dengan memeras habis potensi pelaksana pendidikan, sekolah dan terutama para siswa, bahkan orang tua dan para kyai turut menjadi pemain yang begitu getol sekaligus khawatir.