MEMBANGUN DUNIA DENGAN BERTANYA


Oleh : Doni Setiyo Ardiyanto, S.Pd.Si

Mulai dari lahir sampai dengan akhir masa hidupnya manusia akan selalu mencoba memahami segala hal. Memahami apa yang terjadi di dalam dirinya dan apa yang terjadi di luar dirinya.  Bayi memahami suatu benda dengan  cara mencoba memegang, mencium, bahan bisa juga menggigit benda tersebut. Bayi menggigit benda hakekatnya bayi bertanya, “apa ini ya?”. Bagi manusia profesional maka memahami sesuatu hal dengan metodologi.  Hakekat metodologi merupakan bertanya untuk memperoleh jawaban pertanyaan.
            Bertanya merupakan awal dari ilmu. Bertanya merupaan cara memahami sesuatu hal. Bertanya bisa kepada orang lain ataupun bertanya kepada pikirannya sendiri secara refleksi. Hal ini karena bertanya bertujuan untuk mendapat jawaban tentang sesuatu hal. Bertanyapun bisa jadi tidak menemukan jawaban secara langsung dapat pula akan terjawab oleh ruang waktu yang akan datang. Seperi halnya kuliah Filsafat Ilmu selalu di mulai dari pertanyaan-pertanyaan.
Bertanyapun wadahnya berdimensi, objeknya berdimensi yang ada di ruang dan waktu. Bertanya pun merupakan wujut sopan santun terhadap ruang dan waktu. Bertanya pun harus dengan cara sopan dan santun.  
Bertanya maka manusia tidaklah sombong.  Dengan bertanya manusia sejatinya manusia berpikir. Manusia yang berfikir adalah manusia yang tak sombong. Tentunya  karena manusia merasa pikirannya terbatas. Setiap saat manusia di pertemukan masalah yang banyak dan terus menerus, sehingga manusia memikirkannya terus seakan-akan lupa bahwa pikirannya terbatas. Merasa terbatasnya tersebut maka manusia akan mencari dunia spiritual, mencari akan Tuhannya dengan cara beribadah ataupun berdoa.  
Bertanya merupakan pencarian pondamen ilmu pengetahuan. Seperti Rene  Descartes yang selalu bertanya mimpi atau kenyataan, dikarenakan mimpinya lebih nyata daripada kenyataan, sehingga ia meragugan segala sesuatu. Bertanya bisa jadi merupakan keraguan kita akan sesuatu hal. Karena meragukan maka akan bertanya, akan berfikir dan Rene Descartes hakekatnya di ada. Bertanya berarti kita ada. Bertanya berarti kita tidak tereliminasi. Bertanya berarti kita mendapat pengakuan dari ruang dan waktu.
Bertanya bisa jadi kita membatasi pikiran  ataupun meluaskan pikiran. Bertanya menujukan bahwa pikiran kita terbatas maka menujukan bahwa bertanya membatasi pikiran. Dengan bertanya kita akan memperoleh jawaban dan jawaban merupakan wujud perluasan pikiran maka bertanya disebut meluaskan pikiran.
Bertanyapun ada saatnya ketika kita tidak bisa bertanya lagi. Hal tersebut bisa jadi sebab subjeknya, objeknya, predikatnya, ataupun keterangannya. Sebab subjeknya karena kita tidak berani bertanya. Sebab objeknya karena sudah tidak bisa menjawab lagi. Sebab predikatnya karena tidak memahami apa yang mau ditanyakan. Sebab keterangannya bisa jadi kareana tidak mengerti bahasanya. Namun sebenar-benarnya tidak bertanya adalah bertanya di dalam hati.

 Bertanya memiliki pasangan yaitu jawaban. Bertanya dan menjawab merupakan hermenautika dalam usaha memperoleh ilmu. Bertanya kepada orang lain ataupun bertanya kepada diri sendiri. Sebenar-benarnya bertanya adalah dengan hati kecil kita.
Bertanya bisa merupakan sebab dan bisa merupakan akibat. Bertanya merupakan sebab dikarenakan ketidak tahuan. Bertanya merupakan akibat dikarenakan mempelajari sesuatu. Hal ini dikarenakan segala sesuatu ada penjelasannya dan alasannya.

Pertanyaan
1.      Bagaimana penjelasan tentang anomali ?
2.      Apa sebenarnya filsafat paradoks ?
3.      Apakah bahasa termasuk kendala filsafat?
4.      Bagaimana penjelasan tentang powernow dengan tribal ?




Komentar

Postingan populer dari blog ini