Elegi Menggapai Ontologi dan Epistemologi Jawa: Hubungan subyek predikat dalam Serat Sastra Gending
Oleh Marsigit
Ontologi menjawab hakekat yang ada. Serat Sastra Gending adalah karya Sultan Agung ing Mataram (1613-1645). Damarjati Supajar mengungkapkan bahwa karya ini mengandung nilai-nilai kefilsafatan yang tinggi. Di sini saya hanya fokus untuk mengungkap sebagian kecil saja dari isi Serat Sastra Gending yang menunjukkan adanya pemikiran tentang ontologi dan epistemologi hubungan SUBYEK-PREDIKAT. Hubungan subyek-predikat ini sejalan dengan pemikiran Immanuel Kant (1724-1802) yang akhirnya menghasilkan proses berpikir ANALITIK atau SINTETIK.
Berikut saya nukilkan hubungan subyek-predikat dalam Serat Sastra Gending (Damarjati Supajar, 2001):
1. Jika subyeknya DZAT, maka predikatnya SIFAT. Hubungannya dijelaskan sebagai berikut:
Jawa:
Dat lan sifat upami, Sayekti dingin datira, Dupi wus ana sipate, Mulajamah aranira, Awal lan akhirira, Kang sifat tansah kawengku, Marang dat kajatinira
Terjemahan:
Dzat dan sifat selalu, lebih dulu dzatnya, ketika sudah ada sifat, yang disebut Mulajamah, yang awal dan yang akhir, sifat selalu termuat, dalam hakekat dzat
2. Jika subyeknya RASA maka predikatnya PANGRASA, jika subyeknya CIPTA maka predikatnya RIPTA, jika subyeknya YANG DI SEMBAH maka predikatnya YANG MENYEMBAH. Hubungannya dijelaskan sebagi berikut:
Jawa:
Rasa pangrasa upami, Yekti dingin rasanira, Pangrasa kari anane, Kang cipta-kulawan ripta, Sayekti dingin cipta, Kang ripta pan gendingipun, Kang nembah lan kang di sembah.
Terjemahan:
Hati dan pikiran ibaratnya, lebih unggul pikiran pasti, dari keberadaan pikiran, Sedang kreasi dan perangkaian, tentu lebih utama kreasi, dari rangkaian tembang, seperti yang menyembah danyang disembah.
3. Jika subyeknya adalah KODRAT maka predikatnya adalah IRADAT. Jika subyeknya YANG KADIM maka predikatnya YANG BARU, jika subyeknya SASTRA maka predikatnya GENDING, jika subyeknya YANG DISEMBAH maka predikatnya YANG MENYEMBAH, jika subyeknya RASA maka predikatnya PANGRASA. Hubungannya dijelaskan sebagi berikut:
Jawa:
Yekti dingin kang pinuji, Kahanane kang anembah, Saking kodrating Hyang manon, Apan kinarya lantaran, Sajatining panembah, Wisesaning dat mrih ayu, Amuji ing dewekira.
Umpamane jalu lawan estri, Yen saresmi jroning rokhmat pada, Pranyata iku tandane, Tuhu tuhuning kawruh, Ing pamoring anyar lan kadim, Dat lawan sipatira,Sastra gendingipun, Kang rasa lawan pangrasa, Estri priya pamornya kapurba, Wening, Atetep tinetepan.
Terjemah:
Tentu lebih dulu yang disembah, dari pada yang menyembah, dari hakekat Hyang Agung, berguna sebagai sarana, hakekat penyembahan, kepada Dzat untuk keselamatan, memuja kepada Nya.
Seperti suami istri, bila bersetubuh dalam kebenaran, merupakan perumpamaan, bagi pengetahuan sejati, meleburnya yang fana dan baka, antara dzat dan sifat, antara sastra dan gending, antara hati dan pikiran, rahasis pria-wanita yang terangkum, menyatu dalam kesatuan.
4. Jika subyeknya adalah YANG BERCERMIN maka predikatnya adalah BAYANGANNYA. Hubungannya dijelaskan sebagi berikut:
Jawa:
Mulajamah loroning ngatunggil, Tinggal rasa rasa kawisesan, Nging lamun dadi tuduhe, Wajib ing prianipun, Kadya ngakal pinurbeng alip, Lir warna jro paesan, Iku pamenipun, Kang ngilo jatining sastra, Kang wayangan gending, Sasirnaning cermin, manjing jatining sastra.
Terjemahan:
Mulajamah kesatuan dua hal, yang itu menjadi kiasan, substansi kejantanan, pemikiran yang bermula dari alif, itulah perumpamaan, yang bercermin ibarat sastra, danbayangan itu adalah gending, selesai bercermin, bayangan kembali kepada sastra.
5. Jika subyeknya adalah SUARA maka predikatnya adalah GEMA. Jika subyeknya adalah LAUTAN maka predikatnya adalah IKANNYA. Hubungannya dijelaskan sebagi berikut:
Jawa:
Lir kumandang lan swara upami, Kumandanging barat gending ngakal, Sastra upama swarane, Gending kumandang barung, Wangsul marang swara umanjing, Lir minojro samodra, Mina gendingipun sastra upama amandaya, Mina yekti anaya saking jaladri, Myang kauripanira.
Terjemahan:
Seperti gema dengan suara, gema itu perumpamaan gending, suara ibarat sastra, setelah gema gending berlalu, ia kembali kepada sastra, seperti ikan di lautan, ikan adalah gending, dan sastra adalah kehidupannya, ikan selalu kembali keair, yang menjadi kehidupannya.
6. Jika subyeknya adalah PRADANGGA maka predikatnya adalah GENDING. Hubungannya dijelaskan sebagi berikut:
Jawa:
Pejahing mina awor jaladri, Jro samodra pasti isi mina, Tan kena pisah karone, Malih ngibaratipun, Lir niyaga nabuh kang gending, Niyaga sastranira, Gending gendingipun, Barang reh purbeng niyaga, Kasebuting niyaga dening kang gending, Panjang yen cinarita.
Terjemahan:
Ikan hidup mati di lautan, di dalam laut pasti berisi ikan, keduanya tidak pernah terpisahkan, seperti perumpamaan, seperti alat musik dengan pemainnya, pemain adalah sastra, alat musik adalah gendingnya, setelah selesai memainkan musik,baru bisa dipilah pemain dan alat, panjang bila harus dijelaskan.
Demikian seterusnya. Di dalam Serat Sastra Ganding tersebut masih disebutkan dan diuraikan:
Jika subyeknya adalah PAPAN TULIS maka predikatnya adalah TULISANNYA, jika subyeknya YANG DISEMBAH maka predikatnya adalah yang MENYEMBAH, jika subyeknya adalah MANIKMAYA maka predikatnya adalah BATARA GURU, jika subyeknya adalah DALANG maka predikatnya adalah WAYANG, jika subyeknya adalah BUSUR maka predikatnya adalah ANAK PANAHNYA, jika subyeknya adalah WISNU maka predikatnya adalah KRESNA.
Berikut saya tambahkan lagi:
7. Jika subyeknya PAPAN TULIS maka predikatnya adalah TULISANNYA, jika subyeknya YANG DISEMBAH maka predikatnya adalah YANG MENYEMBAH.
Hubungannya dijelaskan sebagi berikut:
Jawa:
Dewa watak hawa sanga, Wus kanyatan gumlaring bumi langit, Iku kawruhana sagung, Endi kang luhur andap, Upamane papan lawan tulisipun, Kanyatan ingkang anembah, Kalawan ingkang pinuji
Terjemahan:
Dewa dan sembilan hawa nafsu, fenomena bumi dan langit, itu harus menjadi pengetahuan, tentang yang tinggi dan yang rendah, seperti papan tulias dengan tulisan, bagaikan hamba yang menyembah, dengan Tuhan yang disembah
8. Jika subyeknya MANIKMAYA maka predikatnya adalah BATARA GURU.
Hubungannya dijelaskan sebagi berikut:
Jawa:
Papan moting kawisesan, Manikmaya purbaning papan wening, Tulise mangsi Hyang Guru, Sastra upama papan, Gending ngakal upama mangsi wus dawuh, Yen dingin mangsinira, Ngendi nggone tibeng tulis.
Terjemahan:
Papan tempat kekuasaan, Manikmaya menjadi papan azali, Batara Guru menjadi tulisannya, Sastra adalah papan, Kata yang tertulis ibarat gending, bila harus lebih dulu tulisan, dimana ia akan diguratkan.
9. Jika subyeknya WISNU maka predikatnya adalah KRESNA
Hubungannya dijelaskan sebagi berikut:
Jawa:
Kayata Narendra Kresna, Lawan risang Batara Wisnumurti, Iku ngibarat satuhu, Loro-loroning tunggal, Tanggal cipta sarasa sauripipun, Hyang Wisnu umpama sastra, Sri Kresna umpama Gending.
Terjemahan:
Seperti raja Khrisna, dengan dewa Wisnu yang Agung, itu hakekatnya, dua hal yang satu adanya, menyatu dalam berbagai halnya, Wisnu ibarat sastra, Khrisna ibarat gendingnya.
Demikianlah hanya sebagian yang saya sampaikan. Semoga bermanfaat. Amiin
Referensi:
Dr. Damarjati Supajar, 2001, Filsafat Sosial Serat Sastra Gending, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru
Ontologi menjawab hakekat yang ada. Serat Sastra Gending adalah karya Sultan Agung ing Mataram (1613-1645). Damarjati Supajar mengungkapkan bahwa karya ini mengandung nilai-nilai kefilsafatan yang tinggi. Di sini saya hanya fokus untuk mengungkap sebagian kecil saja dari isi Serat Sastra Gending yang menunjukkan adanya pemikiran tentang ontologi dan epistemologi hubungan SUBYEK-PREDIKAT. Hubungan subyek-predikat ini sejalan dengan pemikiran Immanuel Kant (1724-1802) yang akhirnya menghasilkan proses berpikir ANALITIK atau SINTETIK.
Berikut saya nukilkan hubungan subyek-predikat dalam Serat Sastra Gending (Damarjati Supajar, 2001):
1. Jika subyeknya DZAT, maka predikatnya SIFAT. Hubungannya dijelaskan sebagai berikut:
Jawa:
Dat lan sifat upami, Sayekti dingin datira, Dupi wus ana sipate, Mulajamah aranira, Awal lan akhirira, Kang sifat tansah kawengku, Marang dat kajatinira
Terjemahan:
Dzat dan sifat selalu, lebih dulu dzatnya, ketika sudah ada sifat, yang disebut Mulajamah, yang awal dan yang akhir, sifat selalu termuat, dalam hakekat dzat
2. Jika subyeknya RASA maka predikatnya PANGRASA, jika subyeknya CIPTA maka predikatnya RIPTA, jika subyeknya YANG DI SEMBAH maka predikatnya YANG MENYEMBAH. Hubungannya dijelaskan sebagi berikut:
Jawa:
Rasa pangrasa upami, Yekti dingin rasanira, Pangrasa kari anane, Kang cipta-kulawan ripta, Sayekti dingin cipta, Kang ripta pan gendingipun, Kang nembah lan kang di sembah.
Terjemahan:
Hati dan pikiran ibaratnya, lebih unggul pikiran pasti, dari keberadaan pikiran, Sedang kreasi dan perangkaian, tentu lebih utama kreasi, dari rangkaian tembang, seperti yang menyembah danyang disembah.
3. Jika subyeknya adalah KODRAT maka predikatnya adalah IRADAT. Jika subyeknya YANG KADIM maka predikatnya YANG BARU, jika subyeknya SASTRA maka predikatnya GENDING, jika subyeknya YANG DISEMBAH maka predikatnya YANG MENYEMBAH, jika subyeknya RASA maka predikatnya PANGRASA. Hubungannya dijelaskan sebagi berikut:
Jawa:
Yekti dingin kang pinuji, Kahanane kang anembah, Saking kodrating Hyang manon, Apan kinarya lantaran, Sajatining panembah, Wisesaning dat mrih ayu, Amuji ing dewekira.
Umpamane jalu lawan estri, Yen saresmi jroning rokhmat pada, Pranyata iku tandane, Tuhu tuhuning kawruh, Ing pamoring anyar lan kadim, Dat lawan sipatira,Sastra gendingipun, Kang rasa lawan pangrasa, Estri priya pamornya kapurba, Wening, Atetep tinetepan.
Terjemah:
Tentu lebih dulu yang disembah, dari pada yang menyembah, dari hakekat Hyang Agung, berguna sebagai sarana, hakekat penyembahan, kepada Dzat untuk keselamatan, memuja kepada Nya.
Seperti suami istri, bila bersetubuh dalam kebenaran, merupakan perumpamaan, bagi pengetahuan sejati, meleburnya yang fana dan baka, antara dzat dan sifat, antara sastra dan gending, antara hati dan pikiran, rahasis pria-wanita yang terangkum, menyatu dalam kesatuan.
4. Jika subyeknya adalah YANG BERCERMIN maka predikatnya adalah BAYANGANNYA. Hubungannya dijelaskan sebagi berikut:
Jawa:
Mulajamah loroning ngatunggil, Tinggal rasa rasa kawisesan, Nging lamun dadi tuduhe, Wajib ing prianipun, Kadya ngakal pinurbeng alip, Lir warna jro paesan, Iku pamenipun, Kang ngilo jatining sastra, Kang wayangan gending, Sasirnaning cermin, manjing jatining sastra.
Terjemahan:
Mulajamah kesatuan dua hal, yang itu menjadi kiasan, substansi kejantanan, pemikiran yang bermula dari alif, itulah perumpamaan, yang bercermin ibarat sastra, danbayangan itu adalah gending, selesai bercermin, bayangan kembali kepada sastra.
5. Jika subyeknya adalah SUARA maka predikatnya adalah GEMA. Jika subyeknya adalah LAUTAN maka predikatnya adalah IKANNYA. Hubungannya dijelaskan sebagi berikut:
Jawa:
Lir kumandang lan swara upami, Kumandanging barat gending ngakal, Sastra upama swarane, Gending kumandang barung, Wangsul marang swara umanjing, Lir minojro samodra, Mina gendingipun sastra upama amandaya, Mina yekti anaya saking jaladri, Myang kauripanira.
Terjemahan:
Seperti gema dengan suara, gema itu perumpamaan gending, suara ibarat sastra, setelah gema gending berlalu, ia kembali kepada sastra, seperti ikan di lautan, ikan adalah gending, dan sastra adalah kehidupannya, ikan selalu kembali keair, yang menjadi kehidupannya.
6. Jika subyeknya adalah PRADANGGA maka predikatnya adalah GENDING. Hubungannya dijelaskan sebagi berikut:
Jawa:
Pejahing mina awor jaladri, Jro samodra pasti isi mina, Tan kena pisah karone, Malih ngibaratipun, Lir niyaga nabuh kang gending, Niyaga sastranira, Gending gendingipun, Barang reh purbeng niyaga, Kasebuting niyaga dening kang gending, Panjang yen cinarita.
Terjemahan:
Ikan hidup mati di lautan, di dalam laut pasti berisi ikan, keduanya tidak pernah terpisahkan, seperti perumpamaan, seperti alat musik dengan pemainnya, pemain adalah sastra, alat musik adalah gendingnya, setelah selesai memainkan musik,baru bisa dipilah pemain dan alat, panjang bila harus dijelaskan.
Demikian seterusnya. Di dalam Serat Sastra Ganding tersebut masih disebutkan dan diuraikan:
Jika subyeknya adalah PAPAN TULIS maka predikatnya adalah TULISANNYA, jika subyeknya YANG DISEMBAH maka predikatnya adalah yang MENYEMBAH, jika subyeknya adalah MANIKMAYA maka predikatnya adalah BATARA GURU, jika subyeknya adalah DALANG maka predikatnya adalah WAYANG, jika subyeknya adalah BUSUR maka predikatnya adalah ANAK PANAHNYA, jika subyeknya adalah WISNU maka predikatnya adalah KRESNA.
Berikut saya tambahkan lagi:
7. Jika subyeknya PAPAN TULIS maka predikatnya adalah TULISANNYA, jika subyeknya YANG DISEMBAH maka predikatnya adalah YANG MENYEMBAH.
Hubungannya dijelaskan sebagi berikut:
Jawa:
Dewa watak hawa sanga, Wus kanyatan gumlaring bumi langit, Iku kawruhana sagung, Endi kang luhur andap, Upamane papan lawan tulisipun, Kanyatan ingkang anembah, Kalawan ingkang pinuji
Terjemahan:
Dewa dan sembilan hawa nafsu, fenomena bumi dan langit, itu harus menjadi pengetahuan, tentang yang tinggi dan yang rendah, seperti papan tulias dengan tulisan, bagaikan hamba yang menyembah, dengan Tuhan yang disembah
8. Jika subyeknya MANIKMAYA maka predikatnya adalah BATARA GURU.
Hubungannya dijelaskan sebagi berikut:
Jawa:
Papan moting kawisesan, Manikmaya purbaning papan wening, Tulise mangsi Hyang Guru, Sastra upama papan, Gending ngakal upama mangsi wus dawuh, Yen dingin mangsinira, Ngendi nggone tibeng tulis.
Terjemahan:
Papan tempat kekuasaan, Manikmaya menjadi papan azali, Batara Guru menjadi tulisannya, Sastra adalah papan, Kata yang tertulis ibarat gending, bila harus lebih dulu tulisan, dimana ia akan diguratkan.
9. Jika subyeknya WISNU maka predikatnya adalah KRESNA
Hubungannya dijelaskan sebagi berikut:
Jawa:
Kayata Narendra Kresna, Lawan risang Batara Wisnumurti, Iku ngibarat satuhu, Loro-loroning tunggal, Tanggal cipta sarasa sauripipun, Hyang Wisnu umpama sastra, Sri Kresna umpama Gending.
Terjemahan:
Seperti raja Khrisna, dengan dewa Wisnu yang Agung, itu hakekatnya, dua hal yang satu adanya, menyatu dalam berbagai halnya, Wisnu ibarat sastra, Khrisna ibarat gendingnya.
Demikianlah hanya sebagian yang saya sampaikan. Semoga bermanfaat. Amiin
Referensi:
Dr. Damarjati Supajar, 2001, Filsafat Sosial Serat Sastra Gending, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru
79 comments:
- TAUFIK NOVANTOROOctober 25, 2009 1:49 PMNAMA = TAUFIK NOVANTORO (UPY)Reply
NIM = 06411333
Setelah membaca dari wacana diatas saya sangat terkesan terhadap orang jawa yang mempunyai filsafat yang sangat tinggi dan tidak kalah dengan orang-orang barat, pak besuk mbok ditulis tentang epistemologi jawa tentang wayang.Tentang watak, watek, wantu dan sifat dari tokoh-tokoh wayang sehingga kami dapat mengambil contoh (tepa palupi) dari karakter tokoh wayang tadi. Sehingga kami harapkan dapat menggugah para pembaca yang membaca bloknya Bapak Marsigit untuk lebih mengenal tentang kebudayaan Jawa , sehingga dapat "hangleluri sarto ngrembakaaken kabudayan jawi ingkang adi luhung".
Terima kasih - Akhmad S, PMA (09709251019)Reply
Sebuah wejangan, nasehat dan arahan yang mengandung nilai yang sangat tinggi. Hubungan antara manusia dengan dirinya, antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan Tuhannya selalu teratur, dinamis dan ada nilainya. Saya sangat kagum dan mengharapkan adanya wejangan-wejangan yang lain, dalam dunia pewayangan ada ' SURODIRO JOYONINGRAT LEBUR DENING PANGASTUTI". Apakah ini juga berlaku pada Dunia real (nyata)?
Terimakasih Bapak. - WAHANA (05410264) UPYOctober 27, 2009 2:53 PMsaya pernah dengar dimasyarakat ada istilah" wong urip kudu ngerti sangkan paraning dumadi" Apa artinya itu pak?Reply
- Rahadi PMB (09709251008)October 30, 2009 10:32 AMSaya bingung pak, bentuk hubungan antara subyek dengan predikat itu sebenarnya bagaimana dalam filsafat. Apa suatu subyek bisa memiliki banyak predikat...???? atau sebaliknya, banyak subyek memiliki satu predikat ...???Reply
Dapatkah dikatakan subyek lautan itu predikatnya rumput laut atau trumbu karang??? - Buyung Darmaji, S2 Pmat Kelas b 2009October 30, 2009 10:53 AMsalam super pak.........Reply
dari penjelasan tulisan bapak tadi tersirat bahwa setiap subyek memiliki satu predikat, lalu ketika saya menjadi sebuah subyek maka siapakah yang menjadi predikat saya?
lalu pada saat apa diri saya berfungsi sebagai subyek dan predikat??? - AnonymousOctober 30, 2009 8:39 PMYuliantoReply
06410374 (UPY)
Ass.
sudah sepatututnya bangga sebagai orang indonesia , Orang Jawa memiliki filsafat tinggi yang dikenal dengan "Olah Roso " banyak sekali hal luhur yang bisa kiata ambil dari karya -karya leluhur.
Ada bagian yang kurang saya pahami mengenai
" Hati dan Pikiran Ibaratnya,lebih unggul pikiran pasti,...." Mohon penjelasnya ?
Wass - AnonymousOctober 30, 2009 9:03 PMAssalamu'alaikum Wr. Wb.Reply
Sarjiyo (03410084) UPY
Bangga kepada tanah air memang penting namun jangan hanya di nyanyikan saja , kenapa bangsa barat malah menekuni budaya kita,tetapi generasi kok malah meninggalkannya,tidak punya rasa andarbeni?
Wassalamu'alaikum Wr. Wb. - Assalamuallaikum….Reply
Selaian dalam serat sastra gending ini, apakah dalam hidup ini selalu ada hubungan subyek dan predikat???
Wassalam…. - muhlisin (upy)November 7, 2009 12:44 PMassalamualaikumReply
sangat menarik rasanya membaca artikel ini karena menurut saya dalam kita hidup pasti kita sering menggunakan cipta rasa dan kita pun pasti menyembah yang diatas.tapi mengapa kita masih sering menyakiti sesama? - (09709251024) PMBReply
Ass.
Serat sastra gendhing memang butuh pemikiran yang lebih dalam untuk memahaminya. Sastra Jawa memang banyak sekali pelajaran hidup yang diungkap. Apakah subjek dan predikat itu sama dengan thesis dan anti-thesis ? - Selamat siang Bapak...Reply
Dalam tulisan Sastra Gending jawa, jika kita pahami dengan teliti di situ terdapat makna hidup yang dalam.
Dalam aturan tata letak sebagai subjek, predikat. semuanya dalam bingkai yang teratur dan mempunyai filosofi hidup yang dalam. - Apakah memang selalu ada subyek dan predikat dalam sebuah filsafat?Reply
- Ass..Neny..subyek itu adalah yang ada..sedangkan predikat adalah sifat dari yang ada tersebut. Sedangkan yang mungkin ada pun ada pula, maka yang mungkin ada pun mempunyai predikat. Renungkanlah.Reply
- Susi Dwi LestariReply
07301244049
Pend Matematika Swa C
Filsafat Pend Matematika
Rabu jam 09.00
Ternyata sastra pun berfilsafat. Banyak sekali nilai-nilai filsafat yang terkandung dalam sebuah karya sastra Jawa. Banyak yang bisa kita peroleh jika kita benar-benar mengerti maknanya. - AnonymousJune 18, 2010 7:13 AMNiro arsihenaReply
05301244121
filsafat rabu 09.00
Ass pak,,,,
Pertunjukkan wayang yang menjadi cirri khas pertunjukan kesenian di jawa. Wayang merupakan pemikiran para dalang yang bersifat filsafat…. - NURINA HAPPYReply
07301241027
Pend Mat Sub 07
Kuliah Filsafat Jumat Jam 07.00
Assalamualaikum wr.wb
Subyek dan predikat dalam elegi ini dengan subyek predikat pada pengada dan mengada sama atau tidak Pak? - Rika RestudyastutiReply
P.Mat Swa C/ 07301244030/ Filsafat PM/ Ruang 304 jam 9
Ass,
Banyak manfaat dari elegi ini. Mata saya jadi terbuka untuk melihat ternyata banyak yang belum saya tahu dan saya ingin tahu. Bertahun- tahun hidup di Jawa, tetapi tidak mendekatkan diri dengan kebudayaannya. Semoga ini menjadikan kita termotivasi untuk membuka diri mengenal budaya kita sendiri secara lebih dalam. - Ass...Pa Marsigit. Membaca elegi ini, saya jadi tertarik dengan falsafat orang jawa, meskipun kebetulan saya terlahir menjadi orang banjar. Memang ada hal-hal yang kontradiktif, tetapi itulah filsafat. Bukan begitu Pak? Akan lebih mantap jika ada sebuah elegi yang menceritakan falsafah banjar atau suku lain di Nusantara agar nilai-nilai budaya kita dapat kita wariskan ke anak dan cucu kita kelak.Reply
- Assalamualaikum Wr.Wb....Reply
Bismillah....
Maaf pak....untuk kali ini saya merasa kan duh apa ya makna elegi ini.....yang tertangkap oleh saya hanyalah "subjek adalah sesuatu yang mempunyai wujud, tampak dengan mata sedangkan ternyata Predikat adalah sesuatu sifat yang mengikuti atau menyertai keberadaan subjek itu....ternyata sebagai orang melayu untuk memahami kata - kata demi kata yang bapak tulis dalam bahasa jawa membuat saya merasa jauh dari pemahamannya....karena keterbatasan bahasa yang saya miliki sehingga melewati makna yang tertuang dalan tulisan bahasa jawa ini pak....but one day I will try to study that, keep promise.... - juwita PSn KSReply
kuliah sabtu: 13.00
ass...setelah membaca elegi ini saya baru tahu ternyata dalam sastra gending jawa memiliki makna yang sangat tinggi,,,ternyata itu bukanlah sekedar kesenian biasa seperti yang telah saya ketahui selama ini. - Ass Ibu Karina dan yang lain terutama yang bukan dari Jawa, tidak perlu khawatir perihal tentang kesulitan memahami Bahasa Jawa, karena Bahasa Jawa yang dimuat di situ Tingkat Tinggi. Maka tidak semua orang Jawa pun (terutama yang muda) memahami maksudnya. Elegi tidak harus dimengerti kata-demi kata. Mengetahui tentang adanya sesuatu yang duduk disitu saya bisa sangat bermakna. Tetapi Bahasa Jawa yang untuk pergaulan cukup mudah dipahami, saya yakin suatu ketika Ibu pasti sampai pada penyesuaian itu. Selamat terus membaca Elegi. AminReply
- Memang antara subjek dan predikat tidak bisa terpisahkan,bagai dalam kalimat jika tiada subjek dan predikat dalam susunan kata mana mungkin itu disebut sbagai kalimat.Satu dengan yang lain harus saling melengkapi,begitulah kehidupan yang nyata..Reply
- assalam...Reply
Sangat menarik rasanya mempelajari Ontologi dan Epistemologi jawa ini. Didalamnya mengandung banyak sekali wejangan untuk menjalani kehidupan ini. Mulai hubungan vertikal manusia dengan Tuhan, dan hubungan sosial. Bahkan hubungan manusia dengan jati dirinya sendiri, antara dua hal (seperti contoh" di atas...) yang selama ini tak terpikirkan oleh saya.
Terimakasih tentang wawasan ini... - Assalamualaikum...Reply
Subjek dan predikat seperti hal nya siang dan malam tidak dapat dipisahkan, predikat selalu mengikuti subjek, karena predikat adalah sifat dari subjek,maaf pak kalau pemahaman ssaya dangkal, kita patut bangga ternyata budaya kita (Jawa) tidak kalah dengan barat, budaya Jawa juga mengajarkan filsafat yang kalau kita fahami sangat mendalam maknanya, tapi maaf sekali lagi saya kesulitan mengerti bahasa jawa terima kasih sekali pak sudah memberikan terjemahannya... - Predikat selalu mengikuti dan menjelaskan subjeknya. Bisa bersifat universal yaitu menjelaskan secara keseluruhan subjeknya, tapi juga bisa bersifat partikular yang hanya menjelaskan bagian tertentu subjeknya.Reply
Pujangga sastra Jawa ternyata sudah mampu mengkomunikasikan filsafat melalui karya-karyanya. Terima kasih Bapak telah menyajikannya dalam rangkaian karya elegi yang sangat bagus.. - subjek =yang melakukan, predikat=yang dilakukan. keduanya merupakan unsur minimal yang harus ada di dalam rangkaian kata agar rangkaian tersebut bisa disebut kalimat.Reply
- murni 10708251054Reply
subyek adalah ontologi, apa..sedangkan predikat adalah epistimologi, bagaimana..keduanya mempunyai hubungan erat..untuk menjadi sebuah klausa..subyek harus diikuti oleh predikat.. - Trisniawati (10709251030)Reply
PPs Pendidikan Matematika Kelas B
dari elegi ini saya ingin menanyakan mengenai subyek dan predikat jika dalam proses pembelajaran yang berkaitan dengan guru atau pun murid...yang baik menurut bapak siapa yang menjadi subyek dan siapa yang menjadi predikat pak??terima kasih - Mempelajari epistimologi dan Ontologi Jawa dalam elegi ini sangat menarik. Ternyata kalau sastra tersebut sudah diterjemahkan dalam bahasa yang lebih ringan banyak sekali nilai-nilai yang dapat kita petik darinya.Reply
- assalamu`alaikumReply
dalam elegi ini saya mempelajari hubungan menusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan orang-orang di sekitarnya dan manusia dengan dirinya sendiri...
masih sedikit bingung,, tapi saya mencoba memahami dengan membacanya berulang-ulang... - hemi eviana fitriReply
p mat sub 08
083012141034
subyek dan predikat...seringkali yang bisa kita rasakan secara langsung adalah keberadaan predikatnya dibandingkan keberadaan subyek itu sendiri.... - NOKA SETYA MAHARANIReply
PEND. MATEMATIKA UNY'08
08301244013
Assalamu'alaikum
apakah setiap subyek pasti ada predikatnya pak, yang menerangkan subyek tersebut?? apakah subyek-predikat di sini bermakna sama dengan subyek-predikat dalam aturan bahasa?
terimakasihhh ^^
wassalam... - aslkm,,,Reply
keberadaan subjek dan predikat sama pentingnya, jika ada subjek tapi tidak ada predikat maka tidak ada artinya, sama halnya jika ada predikat tapi tidak ada subjeknya itu juga tidak ada artinya... - Semua yang ada di dunia ini pasti berpasangan sebagaimana yang dijelaskan dalam alQur'an. Sesuatu yang dulu pasti ada yang mendahuluinya. misalnya ada predikat sebelumnya ada subyek, keduanya tidak pernah saling lepas. Jika kita pahami lebih dalam, bahwa semua yang ada di dunia ini yang pasti ada yang mendahuluinya. sehingga kita mengerti bahwa Allah SWT yang menciptakan kita. dan kita harus meyakini Dia lah yang Terdahulu.Reply
- sesungguhnya kehidupn di dunia ini pasti belalu berhubungan satu dengan yang lainnya. ada sebab pasti ada akibat, dan sebab awal mula tercipta alam semesta adalah karna ada sang pencipta,yaitu ALLAH SWT..Reply
- Tiap hal yang ada di dalam dunia ini selalu mempunyai hubunga kausal dengan hal yang lainnya, Tuhan telah menciptakan semua itu lengkap dengan keterhubungannya, jelas ini menunjukkan betapa besarnya kuasa Tuhan di atas segalanya, hanya Dialah tempat kita bergantung, tempat "kita(ciptaann-Nya)" untuk senantiasa ber "Subyek" karena hayna Dia-lah yang Maha Menguasai atas segala sesuatu. Amin.Reply
- Subyek predikat di sini menjelaskan mana yang terlebih dahulu ada.Reply
Apakah subyeknya dulu ataukah predikatnya dulu. - Menurut saya subjek adalah ontologi dan predikat adalah epistemologi. subjek di sini adalah "apa" dan dijelaskan oleh predikat "bagaimana". Subjek diterjemahkan oleh predikat sedangkan predikat menerjemahkan subjek itu sendiri.Reply
- ontologi dan epistemologi dapat dijelaskan seperti adanya subyek dan predikat.. yang mereka memiliki keterhubungan yang sangat erat dan tak bisa dipisahkan..Reply
Husna Arifah
P Mat Sub 08 - hubungan sebab akibat. Subjek ada lebih dahulu sebelum predikat. Saya masih bingung tapi seperti itu dulu pemahaman saya. Masih perlu memahami ulang.Reply
- m. putrining tyasReply
08301241037
setiap subyek pasti punya predikat. begitu pula predikat, pasti ada subyeknya. sangat aneh jika ada subyek namun tanpa predikat. begitupula aneh ketika ada predikat tanpa subyek. subyek dan predikat harus berjalan bersama. meski kadang predikat mendahului subyek. namun, kedudukan mereka tetaplah penting. - Assalamu 'alaikum.....Reply
Saya belum bisa memahami elegi ini. Hal yang bisa dapat saya tangkap dan pahami bahwasanya objek dan subjek itu sebagai satu pasangan. Ketika yang disembah itu sebagai subjek maka yang menyembah menjadi objek. Akan tetapi jika manusia terkadang jenuh dengan keadaan bahkan ingin menjadi subjek maka ketika seseorang itu melawan atau mengendalikan hawa nafsunya itulah dia sebagai subjek. Semoga hal ini menjadi pelajaran bagi saya pribadi dan bermanfaat. Amien ya Allah............. - untuk elegi ini saya juga mengalami kesulitan pak,tetapi mungkin saya bisa mengambil hikmah bahwa ketika kita beribadah maka ada dua posisi yaitu subyek yang disembah yaitu alloh,dan predikat yanh menyembah yaitu alloh.Reply
atau bisa juga alloh sebagai predikat yaitualloh memberi cobaan dan kita sebagai subyek yaitu menerima cobaan. - Ass...Reply
Setelah saya membaca elegi bapak ini, saya semakin faham tentang apa yang disebut itu. Ternyata filsafat itu sudah ada di sekeliling kita sebagi suku jawa. Di dalam kehidupan kita pastilah ada yang disebut antonim, Sehingga untuk setiap hal pastilah dia mempunyai pasangat walaupun pasangannya itu merupakan lawan dari kata tersebut. Di dalam suku jawa ternya hubungan tersebut merupakan hubungan antara subjek dengan predikatnya (gendingnya). Dimana keduanya saling mempengaruhi satu sama lain dan terjadilah interaksi. Sehingga filsafat itu sudh ada di sekeliling kita dari sejak dahulu. - oktaviana dwi mReply
08301244002
p.mat swa 08
subyek dan predikat, kejadian muncul karena ada siapa penyebab dan siapa akibat. siapa yang menyebabkan dan siapa yang terkena akibat.beberapa contoh yang bapak berikan memberikan gambaran betapa sastra jawa memberika subyek dan predikat nyata tentang kehidupan sehari-hari. terlihat pula bahwa kehidupan penuh dengan keseimbangan ada yang disembah ada yang menyembah ada yang dicinta dan ada yang mencinta. karena kenyataannya jika tak ada penyeimbang kehidupan takkan ada. - Subyek dan predikat saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang padu.Segala sesuatunya pasti ada sebab musababnya.Subyek mendahului predikat.Sehingga segala sesuatunya lebih jelas dan bermakna.Reply
- dalam elegi ini dijelaskan bahwa Predikat selalu mengikuti dan menjelaskan subjeknya.dari kalimat itu kita bisa dapatkan bahwa sesuatu itu ada akibat pasti ada sebabnya.,Reply
- assalamu'alaikumReply
maaf Pak sebelumnya, saya masih belum begitu paham membaca elegi ini. tapi yg saya dapat bahwa subyek dan predikat saling berpasangan dan subyek selalu mendahului predikatnya. yg belum sya paham apakh subyek-predikat ini sama dengan kedudukan subyek-predikat dalam sebuah kalimat??
muncul juga pertanyaan apakah ada subjek dari semua predikat?? juga apa ada predikat dari semua subjek?? - Meita FitrianawatiReply
08301244015
P.Mat swa 08
Ass
dalam elegi kita dapat menemukan bahwa keterkaitan antara subyek dan predikat,,dan walaupun terkait tapi mempunyai kedudukan sendiri-sendiri.. - Sebuah persepsi harus didasari dengan pengetahuan a priori - sebuah intuisi, serta adanya konsep ruang dan waktu dan juga sebab dan akibat (Immanuel Kant).Reply
- subjek dan predikat merupakan sebuah senyawa...Reply
tapi kenapa ada kedudukannya...siapa yang duluan dan siapa yang muncul dari suatu pendahulu...?
masih sangat belum paham mengenai hirarki tersebut... - Pesan yang saya dapat mengerti yaitu adanya pemikiran tentang ontologi dan epistemologi hubungan subyek dengan predikat. Di elegi ini, ontologi dan epistimologi jawa bukan hanya mendefinisikan subyek dan perdikat, namun juga suatu penjelasan yang menggambarkan hubungan antara subyek dengan predikat. Penggambaran akan hakekat subyek dengan predikat, memang tidak secara mendetail termuat, namun dalam konteks makna yang sebenarnya hubungan antara subyek dengan predikat meliputi alam serta kehidupan keseharian maupun hubungan antara manusia engan Alloh SWT ,semua hal yang diyakini dan dimengerti, sebenar-benar hasil berpikir secara ekstensif dan intensif akan segala yang ada dan yang mungkin ada dari hubungan antara subyek dengan predikat.Reply
- Kelas P.Mat Sub 2008Reply
Ternyata berfilsafat bisa dengan berbagai macam bahasa, seperti elegi diatas yang menampilkan sebuah filsafat dalam bentuk bahasa jawa. Mungkin berfilsafat dapat dilakuakan dengan menyesuiakan keadaan seperti pada filsafat diatas yang menggunakan bahasa jawa sesuai dengan keadaan pada waktu itu agar pesan yang terkandung dari filsafat tersebut dapat tersampaikan. - (Nevi Narendrati/p mat swadana 2008)Reply
Ass.wr.wb.
Saya belum benar-benar mengerti elegi di atas. Yang dapat saya tangkap sejauh ini ada dua hal, yaitu subyek dan predikat itu tidak bisa dipisahkan, satu adanya (dari penjelasan nomor 9) dan bahwa yang disembah tentu lebih dulu adanya daripada yang menyembah. Itu juga saya yakini.
Wass.wr.wb. - Media pembelajaran begitu banyak,.salah satunya adalah media wayang.Reply
Seperti dalam tulisan ini,melalui wayang bisa mengajarkan hakekat kehidupan manusia.
Seperti ada nya subjek maka pasti ada predikat. demikian juga dengan manusia.
Jika manusia adalah predikat, maka Tuhan adalah subyeknya. Jangan samapi manusia melupakan subyeknya,.karena tanpa subyek manusia tidak bisa berbuat apa-apa. - Kikli DhiwantamiReply
P mat swa 08
08301244033
Ternyata sastra budaya jawa mengandung nilai kefilsafatan yang tinggi. subyek itu adalah yang ada dan yang mungkin ada, predikat adalah sifat dari yang ada. Predikat selalu kembali ke subyeknya seperti gending yang kembali ke sastra, seperti hamba Allah (yang menyembah)kembali ke Allah SWT (Yang Disembah). - Subjek dan predikat saling berkaitan dan tetap pada sifatnya masing-masing.Reply
Seperti halnya dalam bahasa, subjek dan predikat merupakan unsur utama pembentuk bahasa, begitu pula dengan hidup, bisa dianalogikan bahwa hidup dibangun dari unsur subjek dan predikat. - Assalammu alaikum..Reply
Terus terang saja saya masih bingung dan belum dapat sepenuhnya memahami maksud dari elegi ini..Menurut saya elegi ini perlu dibaca beberapa kali untuk memahaminya.. tetapi dari yang saya dapatkan, bahwa mempelajari filsafat jawa itu sangat menarik dan bermanfaat..Terima kasih.. - setelah membaca elegi di atas hal yang dapat saya tangkap adalah predikat itu melengkapi subyek. jadi subyek dan predikat itu berhubunganReply
maaf pak jika saya salah mengartikan elegi bapak. - Alloh menciptakan setiap hal dalam dunia ini saling berpasang-pasangan, begitu juga dalam serat sastra gading, terdapat subjek dan predikat yg saling berhubungan satu sama lain.Reply
- ana cristie yunda lMarch 31, 2011 1:43 PMana cristie yunda lReply
07301244074
ontologi dan predikat adalah epistemologi, subjek itu sendiri diterjemahkan oleh predikat, sedangkan predikat itu menterjamahkan subjek itu sendiri. subjek dan predikat harus berjalan bersama, walaupun terkadang saling mendahului. - mariana ruwiReply
08301244044
p.mat swa 08
dalam hidup ini telah diciptakan untuk saling berpasang-pasangan.dimana setelah membaca elegi ini yg saya tangkap yaitu suatu hal yg sling brhubungan.yg mana dari keduanya mrpakan satu kesatuan yg sling melengkapi.spti cnth yg tercantum pd elegi. - Nilai-nilai dan penjelasan yang telah saya dapatkan dengan membaca Elegi Menggapai Ontologi dan Epistemologi Jawa: Hubungan subyek predikat dalam Serat Sastra Gending sangat bagus sekali. Dan akan lebih menarik lagi jika menggunakan bahasa yang lebih ringan untuk dipahami. Hal yang bisa saya pahami dari elegi ini adalah bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini ada pasangannya yang bisa saling menyeimbangkan, melengkapi, menjelaskan, dll.Reply
Semoga pelajaran yang bisa di petik ini bisa juga kita gunakan untuk refleksi diri dalam menghadapi kehidupan ini. - wiwit wahyu R.Reply
08301244012
p.matematika swa 2008
elegi ini mengambarkan bahwa setiap ada subyek pasti ada predikat. maknanya yaitu jika kita (manusia) itu ada maka pastilah TUHAN itu ada. serat gendhing ini mnegingatkan kepada kita, serat ini berpesan bahwa segala sesuatu tidak pernah bisa berdiri sendiri, atau langung berdiri sendiri. - “Hati dan pikiran ibaratnya, lebih unggul pikiran pasti, dari keberadaan pikiran”Reply
Bukankah kita harus selalu meletakkan hati di atas pikiran, Pak? Mengapa Pak Damarjati (atau Sultan Agung dalam Sastra Gending?) menulis sebaliknya? - Elegi ini menunjukan bahwa setiap subyek pasti ada predikat, inilah unsur terpenting dalam bahasa. Ini menunjukan bahwa hidup ini selalu diciptakan dengan berpasangan entah itu baik atau buruk, Jika tidak berpasangan maka tidak akan terjadi suatu keselaran dan keseimbangan hidup.Reply
- HERU SUKOCOReply
11709251019
PPs UNY P. Mat 2011 Kelas B
Karena rasa penasaran akhirnya saya tergoda untuk membaca elegi kedua yang masih berkaitan mengenai ontologi dan epistemologi Jawa. Setelah cukup lama membaca dan memahami apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh Bapak dalam elegi ini saya malah berpikir dan jadi bingung karena keterbatasan pikiran saya. Ada 2 pertanyaan yang menggangu pikiran saya Pak, yang pertama adalah jika subyeknya FILSAFAT lalu apa predikatnya? Kedua, jika predikatnya FILSAFAT lalu apa subyeknya? (Pertanyaan saya ini lebih spesifik daripada pertanyaan Mbak Neny Endriana pada komen yang terdahulu, Pak) - Muhamad Farhan (11709251034) PMAT CReply
setiap subyek pasti ada predikatnya, ibarat tubuh yang dilengkapi dengan seluruh anggota badan, artinya dua hal tersebut tidak dapat dipsahkan. namun pribadi saya belum begitu memahami elegi bapak diatas karena keluasan makna dan keterbatasan pikiranku yang tidak memahami pesan (wejengan) tersirat dari elegi di atas.
namun hal yang dapat saya simpulkan adalah jika ada sebab maka tentu ada akibatnya..
sebab yang baik akan menghasilkan akibat yang baik pula. berpikir maju dalam membangun kehidpan adalah runtutan kejadian untuk menggapai keberhasilan. - Refleksi oleh : P. Matematika, PPs UNY 2011. kelas A (11709251011)Reply
Dalam elegi ini bisa dilihat bahwa ternyata filsafat juga ada dan dimiliki oleh orang-orang jawa, terbukti ditemukanya karya-karya yang mengandung nilai-nilai filsafat. Hal ini membuktikan bahwa filsafat itu tidak hanya dipelajari oleh orang-orang pendidikan tetapi filsafat itu untuk semua orang. Dan dalam serat Sastra Gending jawa selalu ada hubungan antara subyek dan predikat, dimana subyek selalu mendahului predikat dan predikat selalu mengenai sifat dari subyek. - Satriawan P.Mat (A) 11709251035Reply
Filsafat adalah pola pikir, filsafat adalah tata cara kehidupan. Dimana ada kehidupan maka bisa dipastikan filsafat akan berkembang. Demikian juga di Jawa. Dalam elegy ini mengajarkan kepada kita tentang nilai-nilai kehidupan yang tentunya perlu dipelajari lebih lanjut oleh kita yang hidup pada masa sekarang. Yang lebih penting adalah mengamalkan nasehat-nasehat para pendahulu kita yang telah menjadikan bangsa Indonesia memiliki budaya yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. - Betapa kaya filsafat jawa dalam menggambarkan/mengatur hidup manusia dalam menggapai sebuah keseimbangan dan keteraturan hidup. Filsafat jawa tidak hanya dapat dipergunakan oleh orang-orang jawa tetapi nilai-nilainya dapat digunakan oleh semua manusia karena di dalamnya terkandung nilai-nilai adiluhung.Reply
- Diperlukan pemahaman yang mendalam dan luas untuk dapat memahami makna yang tersirat dalam sastra jawa. Dengan pemahaman dan pemikiran secara intrinsik dan ekstrinsik maka kita dapat mengolah pemikiran kita. Sehingga kita tidak hanya menerima pelajaran dari sastra jawa secaramentah-mentah tetapi juga mampu mengambil dan mengamalkan pelajaran dan makna yang ada untuk kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari kita.Reply
- Menggapai ontologi dan epistimologi Jawa bukan hanya seperti menggapai diri atau menggapai benar salah, tetapi lebih dari itu. Filsafat Jawa adalah filsafat yang “adiluhung” dengan berbagai keluwesan dalam berfilsafat. Orang-orang terdahulu memberikan aturan yang begitu lengkap dan terperinci dari setiap nilai-nilai kehidupan. Namun dari aturan-aturan itu terasa begitu sopan dan tidak terkesan kaku, mesti sekeras apapun maksudnya. Filsafat Jawa terdahulu tidak akan kalah dengan filsafat-filsafat Yunani yang banyak di kenal di dunia. Terkenalnya filsafat Yunani dikarenakan bahasanya jelas dan mudah dimengerti, beda dengan filsafat jawa yang dimensinya sangat kompleks, sehingga tidak sembarang orang bisa mengartikannya. Saya jujur merasa bangga dengan elegi ini, karena disamping berfilsafat kita juga menjunjung nilai-nilai budaya bangsa yang kalau bukan kita siapa lagi yang akan melestarikan...mari bersama-sama mengembangkan filsafat nenek moyang kita, filsafat asal kita yang menjadikan kita ada…falsafat Jawa untuk Indonesia dan untuk dunia.Reply
- M. SyawahidReply
NIM : 11709251032
Pps UNY Pend. MTK kelas C 2011
subjek dengan predikat tak terpisahkan dengan adanya hijab diantara keduanya.penggambaran akan hakekat subyek dengan predikat, memang tidak secara mendetail termuat, namun dalam konteks makna yang sebenarnya hubungan antara subyek dengan predikat meliputi alam serta kehidupan keseharian maupun hubungan antara manusia engan Alloh SWT ,semua hal yang diyakini dan dimengerti, sebenar-benar hasil berpikir secara ekstensif dan intensif akan segala yang ada dan yang mungkin ada dari hubungan antara subyek dengan predikat - Ummi Aisyah 11709251049 PMAT A PPS UNY 2011Reply
Assalamu’alaikum
Filsafat adalah refleksi kehidupan, merefleksikan apapun bentuknya tentu ada batasan – batasannya yaitu kita wajib taat pada aturan yang ditetapkan oleh yang Maha mengatur yaitu Allah swt. Demikian halnya filsafat sastra Jawa kita menjadikannya salah satu pedoman dalam memjalani kehidupan tentu selagi tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Hadist Rasulullah saw. Jadi kalau mau belajar filsafat Jawa dengan benar harus lebih dahulu belajar, memahami, dan mengamalkan Al-Quran dan Hadist Rasulullah saw. supaya tidak terjadi salah memahami dan mengamalkannya. - Ummi Aisyah 11709251049 PMAT A PPS UNY 2011Reply
Assalamu’alaikum
Filsafat adalah refleksi kehidupan, merefleksikan apapun bentuknya tentu ada batasan – batasannya yaitu kita wajib taat pada aturan yang ditetapkan oleh yang Maha mengatur yaitu Allah swt. Demikian halnya filsafat sastra Jawa kita menjadikannya salah satu pedoman dalam memjalani kehidupan tentu selagi tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Hadist Rasulullah saw. Jadi kalau mau belajar filsafat Jawa dengan benar harus lebih dahulu belajar, memahami, dan mengamalkan Al-Quran dan Hadist Rasulullah saw. supaya tidak terjadi salah memahami dan mengamalkannya. - Luar biasa budayaku ternyata falsafah jawa tidak kalah dengan falsafah Barat.
Sultan Agung dan Imanuel Khan hidup pada abad yang berbeda.
Subjek bisa meliputi yang ada dan yang mungkin ada
Sedangkan predikat merupakan sifat-sifat dari yang ada dan yang mungkin ada
Serat Gending menurut saya menyelarasan harmoni hidup dengan falsafah seni gending (musik) yang berlantun teratur.
Filsafat mempelajari hal-hal yang tidak teratur dimana yang tidak teratur itu adalah teratur.
Sangat menarik rasanya mempelajari Ontologi dan Epistemologi Jawa Bapak Marsigit. Didalamnya mengandung banyak sekali wejangan untuk menjalani kehidupan ini. Mulai hubungan vertikal manusia dengan Tuhan, dan hubungan sosial. Bahkan hubungan manusia dengan jati dirinya sendiri.
"Subyek selalu lebih dulu dibandingkan predikat".
Menurut Bapak, akankah suatu saat keduanya saling berbalik?